Kalau saja siang itu kami menyerah setelah google map dan waze mengarahkan kami ke Warung Boto yang lain, jelas saya nggak akan punya foto ini,
Sudah beberapa kali saya mendengar yang namanya Situs Warungboto. Baru belakangan saya tahu bahwa Warungboto adalah nama daerah. Jadi google map dan waze sih nggak salah-salah amat, tapi mereka mengarahkan saya dan teman-teman ke Warungboto yang lain.
Untung saja Kang Motulz punya ide cemerlang untuk mencari jalan dengan satellite view di google map dengan perhitungan, kan namanya situs bentuknya pasti beda ama rumah biasa ya. Eh bener aja, langsung ketemu. Dari pinggir jalan Veteran (area Umbulharjo) terlihat situs ini dari arah atas. Tanya punya tanya, ternyata pintu masuknya nggak dari situ, arahan dari seorang bapak-bapak yang siang itu sedang asik ngopi di warung kopi begini “lurus aja, nanti ada belokan ke kiri, setelah belok ada gapura hijau, masuk situ, ada tulisan Situs Warungboto sekalian tempat parkirnya”
Baiklah pendek kata akhirnya ketemu juga pintu masuknya. Memang harus lewat-lewat rumah penduduk sih. Belum ada loket tiket di situs ini. Sampai di sana saya baru tahu bahwa yang sekarang disebut Situs Warungboto ini, dulu bernama Pesanggrahan Rejowinangun. Ada seorang bapak yang duduk di halaman rumah, meminta kami mengisi buku tamu di mana ada beberapa lembar uang sebagai donasi dari yang mengunjungi pesanggrahan ini.
Pesanggrahan Rejowinangun dibangun di masa pemerintahan Hamengkubuwono I dan diselesaikan di masa pemerintahan Hamengkubuwono II. Keseluruhan bangunannya dari bata tanpa unsur kayu, sama seperti yang kita lihat di Taman Sari. Ada foto-foto saat Pesanggrahan Rejowinangun ini belum dipugar. Setelah lama terbengkalai, tentu saja bangunannya mulai rusak. Gempa besar yang menimpa Yogyakarta tahun 2009 juga memperparah kerusakannya. Renovasi kemudian dimulai tahun 2015-216 dan saat ini kita bisa melihat beberapa bagian pesanggrahan yang masih utuh misalnya bagian kolam, pendopo dan masjid.
Di salah satu bagian ada sebuah kompleks pemakaman keluarga, waktu Mbak Eny Fiersa bilang “eh di sini ada pasarean”, ternyata maksudnya makam. Sementara saya yang Sunda lahir batin menyangka maksudnya “pasarean” itu tempat tidur 🙂
Waktu saya kesana, hanya ada 4 orang lain yang sedang berfoto-foto. Iya, di musim Instagram begini, Pesanggarahan Rejowinangun sungguhlah Instagramable, Instagram-material, apalah-apalah pokoknya asik buat foto-foto. Lagipula saat ini belum ada guide atau pemandu yang bercerita mengenai sejarah situs ini. Jadi satu-satunya kegiatan yang bisa dilakukan di sana yang memang foto-foto.
Ya bisa juga mengambil footage untuk vlog seperti yang dilakukan Kang Motulz. Silakan intip videonya di sini dan jangan lupa subscribe youtube channelnya, pesannya.
Berkeliling di Pesanggrahan Rejowinangun, mau tak mau saya teringat akan Taman Sari. Karena bentuk bangunannya agak mirip, ya toh fungsinya juga sama, sebagai tempat peristirahatan raja dan keluarganya masa itu.
Kelihatannya sih beberapa waktu ke depan Pesanggrahan Rejowinangun ini akan ramai dikunjungi orang. Baik pecinta sejarah maupun pecinta foto-foto. Semoga segera disediakan pemandu yang bisa bercerita dengan fasih perihal sejarah situs ini. Semoga juga nggak ada yang iseng coret-coret dinding dan juga buang sampah sembarangan.
Iya ya, arsitekturnya sekilas kaya Taman Sari. Tapi ini kayaknya lebih kecil ya Mak Sha.. Aku malah baru denger ini :))
Waaah, bisa ajdi tempat tujuan jalan-jalan kalau pas pulang kampung nanti. Thanks for sharing, Kak Shasya! :-*
aku sedih kemaren gak sempat ke sini 😦 aku keburu ke boko.