Dewasa + Bijak = Sulit

Semasa muda dulu saya tumbuh dari anak kecil sampai remaja tanggung dan akhirnya remaja beneran yang suka khawatir kalau mengungkapkan apa yang ada di hati dan kepala saya. Takut salah, takut orang tersinggung, takut diterimanya lain, takut dibilang jahat, dan takut-takut lainnya. Yang kemudian pada akhirnya banyak pendapat dan pemikiran yang saya simpan untuk diri sendiri, atau setidaknya hanya dibagi bersama teman dekat saja.

Akibatnya?

Read More

Mau Bikin Semua Orang Senang? Jangan Jualan Makanan.

Butuh waktu lama bagi saya untuk menyadari bahwa membuka usaha, terutama usaha makanan (karena kebetulan saya jualannya makanan) memang tidak mungkin membuat semua orang senang.

Sejak menulis soal makanan di surgamakan dulu, saya menyadari bahwa makanan adalah satu hal yang sangat relatif. Itu sebabnya saya nggak pernah menulis tentang makanan yang nggak enak. Nggak enak ya diem-diem ajalah, kecuali teman dekat yang japri, baru saya bilang. Lagipula buat saya, sering kali makanan itu bukannya nggak enak tapi nggak cocok sama selera kita.

Waktu pertama kali membuka @ciciclaypot dulu, saya suka kepikiran sampe ga bisa tidur (oke ini dusta) kalau ada yang bilang “makanan lo kurang enak hari ini” atau “kok kuah mie lebih asin daripada biasa?” Atau “ah kalau bukan lo yang masak, rasanya kurang sip. Biasanya saya kemudian segera inspeksi ke dapur mencari apa yang salah. Biasanya pula saya tidak menemukan yang salah, semua dikerjakan sesuai standar, masakan dimasak sesuai takaran yang biasa. Perlu waktu lumayan lama untuk saya kemudian menyadari bahwa memang tidak ada yang salah, tapi makan memang tidak pernah hanya urusan di lidah dan mulut saja.

Read More

Kopi, Seni dan Kita-kita yang Tidak Mengerti

Pernahkah kamu masuk ke coffee shop, lalu bingung mau pesan apa? Kemudian pesan espresso dan kaget karena datengnya dalam cangkir yang sangat kecil dan pas diminum naudzubillah pahit!

Atau pernahkah kamu pesan secangkir coffee latte karena kamu pikir “ah ini ada susunya, pasti tidak terlalu pahit”, tapi kemudian ternyata masih pahit juga sehingga kamu terpaksa minta gula cair tambahan pada baristanya?

Atau mungkin kamu pernah duduk di sebuah kedai kopi sambil menguping obrolan bar antara barista atau pemilik kedai dengan konsumen lain tentang bagaimana biji kopi yang ini “body banget” “note-nya terasa banget” atau “over roasted” atau “karakter kopi daerah sana emang begitu sih”

Contrast Coffee Bandung, Februari 2021
Read More

Situasi : Survival Mode

Pernah nggak bertanya-tanya kenapa di masa (mestinya) sulit berjualan makanan karena banyaknya regulasi yang berkaitan dengan protokol kesehatan ini (yes yes those magic words) kok masih ada aja teman-teman pengusaha makanan yang buka usaha baru? Usaha baru ini bukan dalam bentuk berjualan makanan frozen ya, tapi usaha buka tempat makan baru, buka tempat ngopi baru. Entah kalau di kota-kota lain, kalau di Bandung sih adanya drama pandemik ini nampaknya tidak (terlalu) menyurutkan hasrat para pengusaha untuk membuka tempat makan baru.

Read More

Apa Yang Normal Dari New Normal?

Waktu pertama tau bahwa harus diam di rumah untuk 2 minggu kemudian jadi 1 bulan kemudian jadi 2 bulan, saya pikir saya akan menghasilkan beberapa tulisan di blog. Baik tulisan baru maupun tulisan-tulisan perjalanan yang tertunda. Nyatanya waktu saya habis untuk berjualan frozen food-nya Cici Claypot, untuk Netflix-an, untuk video call-an dengan teman-teman dekat, untuk tidur siang berlama-lama, juga untuk meratapi situasi kok begini-begini amat.

Tapi gapapa, katanya pandemi ini nggak membuat kita harus produktif terus-terusan. Udah bisa survive aja udah bagus.

Saya pernah ngetweet ini beberapa hari sebelum Lebaran ;

Pesan Untuk Rayes Mahendra yang Tak Centang Dua

Rayes,

Pagi itu aku terbangun dan langsung ingat kamu. Tumben-tumbennya di tengah wabah yang melanda dan situasi yang kian ajaib ini aku tak mendengar sedikit pun pesanmu di handphone-ku. Tapi begitu message whatsapp ku bahkan tak centang dua dan last seen whatsapp mu 19 Maret 2020 lalu kakiku udah lemes duluan. Ditelpon pun nggak nyambung sama sekali, di SMS apa lagi.

Read More

1001 Sudut Pandang

Seperti biasa judul postingan harus lebay agar supaya mengandug click bait seperti media-media nasional. Padahal maksud saya bukan harus punya 1001 sudut pandang, yang penting lebih dari 1 aja. Karena orang yang punya sudut pandang cuma satu itu artinya miskin.

Kenapa sih biasanya ngomongin jalan-jalan dan makanan enak kok sekarang jadi ngomongin sudut pandang?

Read More

Budget ke Ho Chi Minh City buat 4D3N

Vietnam ini sudah ada dalam bucket list saya sejak…. wah lama deh pokoknya. Awalnya sih pengen ke Hanoi, karena kabita liat foto-foto di Halong Bay yang sudah masuk ke UNESCO World Heritage Site itu. Tapi baru-baru ini saya baru aja pulang dari Labuan Bajo dan living on board di sana selama 2 malem jadi rasanya ke Halong Bay entar-entaran ajalah ya.

Kemudian saya ngintip-ngintip Ho Chi Minh City yang ternyata eh kok menarik juga. Saya suka jalan-jalan yang santai berisi makan-duduk-ngopi-makan-duduk-ngopi soalnya. Dan tentu saja saya penasaran untuk mencoba langsung Vietnam Drip langsung di tempatnya.

Read More

Menengok Gili (dan Lombok) Setelah Gempa 7SR

Gempa berkekuatan 5-7 SR yang menimpa Lombok akhir Juli dan Agustus 2018 lalu memang meluluhlantakkan kehidupan pariwisata Lombok. Termasuk juga area Gili Trawangan, Meno dan Air yang biasanya ramai dikunjungi turis. Ya gimana engga, mau berlibur ke pulau kan jadi ekstra khawatir, ngeri gempa, ngeri tsunami, dan ngeri kalau keduanya terjadi, evakuasinya gimana?

Read More

Terbang ke Yogyakarta Lewat Yogyakarta International Airport di Kulon Progo

Dibukanya bandara baru Yogyakarta di Kulon Progo rasanya seperti mendapatkan ‘jawaban’ atas keluhan-keluhan yang sering saya dengar (bahkan saya alami sendiri) mengenai Bandara Adi Sucipto yang rasanya semakin tidak memadai. Landasan mendarat yang terlalu pendek jaraknya, ruang tunggu bandara yang kurang besar, sampai cukup seringnya delay terbang atau delay mendarat karena satu dan dua dan tiga dan masih banyak alasan lainnya.

Saya kemudian berkesempatan mencoba terbang dari Bandara Halim Perdanakusumah ke Kulon Progo. Maskapai yang pertama kali terbang dari dan ke Yogyakarta International Airport tentunya adalah Citilink. Sama seperti waktu bandara Kertajati di Majalengka baru dibuka dulu. Kalau kamu beruntung, kamu bisa mendapatkan pesawat dengan fasilitas wifi onboard gratis dari Citilink. Bisa terbang tanpa ketinggalan update gosip!

Ada 1x penerbangan dari Halim ke Kulon Progo yaitu jam 11.00 dan kemudian jam 13.10 dari Kulon Progo ke Halim. Silakan dicatat mana tau lain kali perlu terbang ke sana. Pembelian tiket Citilink melalui aplikasi mobile-nya lebih mudah dan suka ada diskon untuk pembelian makanan dan bagasi tambahan.

Reaksi pertama yang saya dapatkan ketika ‘bercerita’ soal bandara baru ini adalah “berapa jauh Kulon Progo ke tengah kota Yogyakarta?”. Ya memang nggak dekat, diperkirakan 1.5 jam waktu yang diperlukan. Tapi kalau beruntung seperti saya kemarin, 1 jam 20 menit saya udah nyampe Kabupaten Sleman. Wah jauh ya, iya karena untuk membangun bandara internasional yang memadai kan tentunya diperlukan lahan yang cukup besar, dan lahan seperti ini tentu adanya di pinggiran kota. Selain itu, saya rasa pembangunan bandara di pinggir kota juga akan membantu meningkatkan nilai jual di area tersebut. Pemerataan pendapatan kan jadinya. Iyain aja biar cepet 🙂

Lalu bagaimana dengan transportasi publik yang tersedia? Karena waktu itu saya menggunakan mobil milik Citilink jadi tak berkesempatan menggunakan transportasi umum. Tapi dari artikel Kumparan berikut ini kabarnya kereta bandara sudah beroperasional sejak Senin, 6 Mei 2019 lalu, artinya bertepatan dengan inaugural flight Citilink dari Halim.

Kereta bandara ini melayani rute PP dari Maguwo menuju Wojo dan akan berhenti di 4 stasiun yaitu Maguwo, Yogyakarta, Wates dan Wojo. Total perjalanan dari stasiun Maguwo sampai Wojo adalah sekitar 50 menit. Saat ini penumpang memang belum bisa langsung turun di bandara tapi bisa melanjutkan perjalanan ke YIA (Yogyakarta International Airport) dengan Bis Damri. Dari Stasiun Wojo ke YIA jaraknya 10 menitan dengan harga 10ribu per penumpang. Sementara harga tiket keretanya sendiri adalah berkisar 30-40ribu tergantung naik dari stasiun mana. Cukup ekonomis lah ya?

Kabarnya, Citilink juga akan menyediakan shuttle khusus dari YIA ke tengah kota Yogyakarta bagi penumpangnya. Baguslah, semakin banyak pilihan semakin oke kan?

Lalu bagaimana kesiapan YIA sendiri? Sepenglihatan saya kemarin, bandaranya sudah ready, check in counter, tempat pengambilan bagasi, x-ray checking, ruang tunggu penumpang semua sudah tertata dengan baik. Bangunannya tidak mewah tapi cukup memadai.

Yang belum terlihat hanya penjual makanan, ya maklumlah hari itu adalah hari pertama puasa dan baru satu hari bandara beroperasional. Kesian juga kan kalau ada yang jualan makanan tapi ga ada yang beli? Tapi waktu saya akan terbang kembali ke Halim, di ruang tunggu sudah ada kedai yang berjualan pastry sih. Pssst! Sudah ada kedai bertuliskan Gudeg Yu Djum lho di area bandara, pasti akan segera buka, semoga 🙂

Kabarnya, semua penerbangan dari dan ke Adi Sucipto akan dipindahkan ke YIA di akhir tahun 2019 ini. Semoga saat itu pilihan transportasi publiknya sudah semakin baik ya. Oiya kemarin iseng-iseng cek harga dari tengah kota Yogyakarta ke YIA kalau kita menggunakan moda taxi online, sekitar 200-250rb. Jadi kalau terbangnya berempat, taxi online ini bisalah jadi pilihan ya, kan 50-60rb aja seorangnya

Jadi yang berencana mudik Lebaran ke area Jawa Tengah tahun ini, bolehlah melirik rute #BetterFlyCitilink dari Halim menuju YIA Kulon Progo, karena baru Citilink yang punya #RuteBaruKulonProgo dengan #TerbangKeBandaraBaruYIA.

Eh sebelum mulai browsing tiket, bolehlah nonton video pendek ini dulu. Disclaimer : maaf lipstick sudah pudar