Starter Kit Anti Kecewa Buat Anak 9 Tahun

Yang saya mau tulis sekarang ternyata pernah saya tulis kurang lebih satu setengah tahun yang lalu. Artinya, dalam kurun waktu satu tahun setengah saya ternyata belum punya solusi ampuh untuk mengatasi kekecewaan pada anak.

Kalau bisa – kalau bisa nih – rasanya ingin membekali Biyan, anak saya satu-satunya itu dengan sebuah gelembung besar di sekelilingnya di mana dia aman dari segala macam kekecewaan, dari orang-orang yang tidak baik, dari perkataan-perkataan buruk yang mungkin didengarnya suatu hari nanti. Tapi kan nggak mungkin ya, satu waktu nanti dia akan keluar dari pelukan aman saya dan menghadapi begitu banyak masalah, menghadapi banyak macam orang yang tentu saja nggak semuanya baik.

fullsizerender

difotoin Teppy

In fact, ini sudah mulai terjadi kok. Namanya sudah sekolah, sudah punya teman sendiri ya artinya dia sudah jadi manusia beneran, yang sudah harus mulai belajar menghadapi orang tanpa saya di sampingnya.

Bukan satu dua kali dia pulang sekolah sambil nangis. Pas masuk mobil saat saya menjemputnya, misalnya. Alasannya banyak, bisa karena berantem over small stuff dengan temannya, bisa karena merasa gagal melakukan sesuatu di sekolah, dan bisa juga karena mendengar perkataan yang kurang menyenangkan dari temannya. Dan bukan satu dua kali pula dia masuk mobil sambil marah-marah dan kalau dibiarin kayaknya dashboard mobil bisa rusak dia tendang-tendang.

Saya kemudian mencoba membuatnya merasa lebih baik ;

“Nggak apa-apa orang mau bilang apa aja. Mereka punya hak untuk bilang apa aja, tinggal bagaimana kita menanggapinya. Aku nggak bisa atur orang mau bilang apa, tapi kamu bisa atur bagaimana sikapmu saat mendengar perkataan mereka”

Dan jawabnya,

“Memangnya Biyan nggak punya pendapat jelek soal mereka? Biyan juga punya tapi kan nggak harus diomongin, nanti malam berantem”

Dang.

Satu sisi saya merasa bangga karena di umur dia yang sembilan itu kok ya punya hati untuk menahan apa yang dia rasakan. Tapi di sisi lain saya juga kasihan karena kok kayaknya orang lain bisa mengecewakan hatinya sementara dia harus menahan amarahnya sendirian.

Trus gimana?

Nggak tau.

Jujur saya nggak tau. Kalau mengikuti rasa hati, rasanya ingin memeluknya kembali ke pelukan saya dan membuatnya tempat paling aman sedunia. Tapi ya itu, terutama karena anak saya lelaki, saya mau dia kuat menghadapi apa pun. Apalagi saya yakin hal-hal yang dialaminya saat ini pasti nggak ada apa-apanya dibanding yang akan dia hadapi nanti-nanti saat dia dewasa.

Andai anak-anak ini lahir dengan starter kit anti kecewa, mungkin tugas kita sebagai orang tua bisa sedikit ringan. Contoh lain ni ya. Sampe sekarang saya masih suka khawatir kalau Biyan pergi sama orang lain dan tidak sama saya. Khawatir nggak ada yang perhatiin makannya dia, khawatir nggak ada yang peduli apa yang dia mau dll. Trus diketawain sama teman saya yang satu ini. Katanya, anak udah gede ya, cuma perihal makan yang dia nggak suka atau pergi ke tempat yang bukan pilihan dia mah jamak, harus dibiasain karena ntar gedean dikit lagi dia akan suka pergi sama teman-temannya dan udah pasti nggak semua orang akan memperhatikan apa yang dia mau seperti yang selama ini sudah saya lakukan.

Saya ini kalau kalau dia bilang pengen minum Cendol aja, bisa keliling kota nyariin Cendol buat dia lho, beneran. I’d go far as long as he gets what he wants.

Tapi mulai sekarang nggak bisa gitu lagi. Harus mulai dilatih untuk mengalami nggak semua hal yang dia mau akan dia dapatkan. Musti mulai belajar ngatur ekspektasi sendiri dan mulai membiasakan diri menghadapi kekecewaan. Biar udah gede nanti sudah terbiasa dan tau sendiri kalau yang namanya hidup ini memang tak selalu ramah.

Contoh kecil lainnya ni ya. Kalau biasanya saya selalu menyerahkan sama dia perihal kita mau makan apa setiap kali kita jalan-jalan makan di luar, sekarang saya mencoba mengurangi. Hal kecil sih, tapi biar dia juga belajar bahwa nggak semua hal bisa terwujud sesuai keinginannya kan? Walau kadang saya suka merasa jahat amat anak pengen makan Sate trus malah diajak makan Sop Buntut : ))

Oh well, namanya juga jadi orang tua ya, ga ada sekolahnya, ga ada pakemnya, jadi ya mesti belajar sendiri setiap hari 🙂

2 comments

  1. cumilebay.com · October 17, 2016

    Setuju banget kalo hidup ngak selalu ramah dan anak2 kita harus mulai belajar bahwa hidup juga ada rasa kecewa biar gede nya nanti ngak baperan hehehe

  2. Nita Sellya · October 18, 2016

    Ini bagian dari menyiapkan anak untuk dunia, bukan menyiapkan dunia untuk anak. Stay strong, mamak! :*

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s