Kata orang, kunjungilah tempat baru setidaknya setahun sekali. Tahun lalu, tempat yang saya kunjungi untuk pertama kali adalah Sumba dan Xiamen. Sumba karena pergi main sama Vira dan @t_ourjourneys, Xiamen karena #XiamenFamTrip bersama Xiamen Air.
Tahun ini, undangan pergi ke tempat baru datang dari PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (Indocement). Tak tanggung-tanggung, kami diajak ke komplek pabrik mereka yang ada di Tarjun. Kalau boleh jujur, pertama kali saya mendengar tempat bernama Tarjun ya dari Indocement. Desa kecil di wilayah Kelumpang Hilir ini terletak di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Ada dua pabrik besar di lokasi ini, yaitu Indocement, dan pabrik pengolahan minyak sawit yang cukup terkenal.
Lalu ngapain ke Tarjun?, – begitu pertanyaan yang saya terima dari teman-teman. “nengok bekantan”, begitu jawab saya sambil ketawa.
Walau sambil ketawa, jawaban saya sebenarnya serius. Menengok bekantan dan owa-owa adalah salah satu agenda kami di Tarjun. Bekerja sama dengan Badan Konservasi & Sumber Daya Alam (BKSDA) Kabupaten Kotabaru dan Institut Pertanian Bogor (IPB), Indocement mendirikan Indocement Wildlife Education Center (IWEC) yang bertujuan kepunahan satwa langka Bekantan, Owa-owa, dan Rusa Sambar yang saat ini mulai terancam habitatnya, alias nyaris punah. BTW, siapa tau kamu lupa, kuingatkan sedikit, bekantan itu yang maskotnya Dufan itu lho, yang hidungnya besar amat. Tak tanggung-tanggung, Indocement membuka 3,5 hektar dari lahannya untuk dijadikan pusat pelatihan dan penyelamatan satwa langka di Kalimantan Selatan. Tak salah kalau kamu bertanya-tanya “ngapain amat perusahaan produsen semen kok buka konservasi penyelamatan binatang langka”, karena saya juga berpikir begitu. Rupanya, penyelamatan satwa langka ini termasuk dalam upaya Indocement untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup. Tidak hanya reboisasi untuk menghijaukan kembali area tambang, Indocement memandang penting eksistensi satwa langka. Apalagi bekantan adalah mascot provinsi Kalimantan Selatan, “masa iya kita biarkan punah, ya-kan?” – ujar Bpk Kuky Permana, Direktur Independent Indocement yang hari itu ikut juga menengok IWEC di Tarjun bersama kami.
Ada cerita menarik mengenai owa-owa. Salah satu spesies primate ini ternyata adalah hewan yang sangat setia. Kalau pasangannya mati, maka si jantan akan setia dan tidak mencari pasangan lain. Di satu sisi sungguh manis dan romantis, tapi di sisi lain, rendahnya tingkat reproduksi mereka membuat mereka terancam punah. IWEC berupaya ‘menjodohkan’ sepasang owa-owa. Sudah sejak Agustus 2017 sepasang owa-owa ditempatkan di kadang bersebelahan. Tapi sayang menurut pawang kelihatannya mereka kurang cocok. Hati ini rasanya ingin protes “udah sama-sama owa-owa aja pake gak cocok mau cari yang gimana lagi sih Waaaa??”. Tapi romantis juga si owa-owa ini masih pake chemistry ya.
owa-owa
Selama ada di konservasi, hewan-hewan ini diberikan perbaikan gizi dan pelatihan agar mereka dapat kembali survive saat dilepasliarkan lagi di habitat aslinya nanti. Tak jarang ada warga yang datang membawa hewan sakit yang mereka temukan di hutan untuk dirawat di konservasi. Yang bertahan hidup dan sehat dilepaskan kembali di hutan, tapi ada juga yang mati.
Area lain yang kami kunjungi di sekitar tarjun adalah hutan mangrove, yang berlokasi di Desa Langadai. Sejak 2012, Indocement bersama masyarakat Langadai mengupayakan pelestarian mangrove. Ada 14,2 hektar lahan yang berhasil dipulihkan, dan sudah 21.1250 batang yang ditanam di hutan mangrove ini. Ke depannya, diharapkan hutan mangrove ini dapat berfungsi sebagai salah satu tujuan wisata. Bersampan menyusuri hutan mangrove memang istimewa.
Selain untuk sektor pariwisata, saya juga baru tahu kalau buah mangrove bisa diolah menjadi sirup dan sabun mandi. Pengolahannya dilakukan oleh masyarakat Desa Langadai untuk kemudian dijual sehingga bisa membantu peningkatan ekonomi dan produktivitas mereka.
Pagi itu kami dijamu sarapan di tengah hutan mangrove, ada jembatan yang bisa dipakai duduk-duduk.
Suasana semakin hangat karena diiringi musik tradisional dan atraksi tiup sumpit yang adalah kegiatan khas masyarakat Langadai.
Nantinya, hutan mangrove ini juga akan dipakai sebagai area pelepasan satwa-satwa langka yang saat ini sedang direhabilitasi di IWEC. Sarapan kami pagi itu juga diintip beberapa ekor monyet dari balik pohon bakau.
Selain mengolah buah mangrove menjadi sirup, masyarakat Desa Langadai juga diberikan pelatihan untuk mengolah tanaman pakis menjadi penganan yang sedap. Makanan lain yang mereka produksi antara lain Amplang (kerupuk ikan bandeng) dan abon. Pengolahan makanan ini tentu saja memberikan manfaat ekonomi bagi warga.
Di sana kami mengunjungi rumah Ibu Adawiyah yang adalah seorang Local Hero. Selain memproduksi aneka penganan, Ibu Adawiyah juga menginisiasi pendirian bank sampah di Desa Langadai. Sama seperti local hero yang kami temui di Desa Cilengkrang Bandung beberapa waktu lalu, Ibu Adawiyah juga tekun mendorong agar masyarakat lebih sadar lingkungan dan tidak lagi membuang sampah di mana saja. Dari hasil olahan sampah, Ibu Adawiyah kemudian mendirikan galeri kerajinan daur ulang sampah.
Ibu muda yang sedang mengandung anak keduanya ini telah mendapatkan penghargaan dari Badan Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Kotabaru atas kepeduliannya terhadap pengelolaan sampah dan kerajinan limbah serta kelestarian hutan mangrove di Desa Langadai.
Highlight dari kunjungan kami ke Tarjun kemarin adalah saat kami diajak mencoba menghisap madu langsung dari sarangnya. Untungnya, lebah penghasil madu yang ini tidak bersengat maka tanpa ragu saya dan teman-teman mengambil sedotan dan langsung menghisap madu yang rasanya memang enak sekali!
Jauh lebih enak daripada madu yang biasa saya minum. Lebah-lebah ini diberikan tempat di halaman IWEC di mana ada beberapa batang pohon yang dikerubungi lebah. Waktu saya meng-upload video menghisap madu ini beberapa teman khawatir akan sengatan lebah. Ya kalau lebahnya menyengat, jangankan menghirup, dekat-dekat aja aku malassss : )))
Kunjungan ke Tarjun dititip dengan bagi-bagi sebotol madu hutan (yang ini asli) untuk dinikmati di rumah. Perjalanan yang menyenangkan karena pergi ke tempat yang belum pernah didatangi memang selalu seru, plus teman jalan yang asik-asik. Silakan dipantau postingan Kang Motulz, Kang Harris, Mbak Eny, Mbak Ainun, Simbok Venus dan Teh Nita soal jalan-jalan kami kemarin.
Kalau kamu pengen tau program CSR Indocement yang lain, ada infonya lengkap di :
FB : facebook.com/harmoni3roda
Twitter : twitter.com/harmoni3roda
Instagram : instagram.com/harmoni3roda
Wih serunya bisa dapat kesempatan jalan-jalan ke tarjun melihat konservasi primata yang terancam punah, melihat hutan bakau dan mencicipi madu langsung dari sarangnya. Btw, saya sudah pernah dengar kalau mangrove bisa dijadikan sirup dan selai tapi belum pernah coba. Mbak waktu makan di hutan bakau nyobain produk olahan mangrove nggak?
Oh ya hebat ya local hero disana yang menggagas bank sampah. Di desa saya belum ada sistem pengolahan sampah yang benar, baru rencana aja memulai bank sampah.
“Kalau pasangannya mati, maka si jantan akan setia dan tidak mencari pasangan lain”, bagaimana kalau yang terjadi kebalikannya, apakah sang betina akan setia juga?