Nggak tau juga siapa yang pertama kali bilang bahwa desa ini adalah salah satu desa yang terbersih di dunia, tapi begitulah cerita yang saya baca-baca sebelum akhirnya beneran pergi ke sana.
Maklum, di kunjungan saya yang terakhir ke Bali saya tinggal agak lama sampai akhirnya ‘okay lets do something different this time’. Maka saya mengarahkan mobil sewaan ke arah Kintamani, tepatnya ke satu area bernama Bangli di mana Desa Penglipuran ini berada.
Karena saya datengnya sehari setelah hari libur Nyepi, Desa Penglipuran saat itu cukup penuh. Hampir penuh sesak. Cari parkir pun lumayan PR. Karena nggak bisa sampai sana dengan kendaraan umum, maka dapat dipastikan semua pengunjung bawa mobil sendiri-sendiri dan ujungnya tentu saja penuh.
Walau penuh, kecantikan desa ini masih terlihat di semua sudut-sudutnya. Kiri kanan penduduk menjual jajanan di rumahnya masing-masing
Yang dijual banyakan makanan sih, walau ada juga yang jual barang-barang kerajinan khas Bali gitu.
Di Desa Penglipuran ini saya pertama kali nemu yang namanya Lodoh Cemcem. Bentuknya kayak begini ;
Saya mencoba bertanya sama yang jual ini sebetulnya apa sih.
Saya : Mbok ini apa?
Mboknya : Ini Lodoh
Saya : Lodoh ini apa?
Mboknya : Lodoh ini daun cem ceman
Saya : Daun cem ceman itu apa sih Mbok?
Mboknya : Itu lho, daun buat bikin Lodoh
Sebelum percakapan ini semakin dumb and dumber saya kemudian menyerah : ))). Saya kemudian bayar aja Rp. 5000 dan berlalu sambil senyum manis sama mboknya. Sempat coba google karena penasaran tapi nggak dapat apa-apa juga sih. Rasa minumannya sendiri asem-asem pedes gitu dan ada potongan kelapa di dalam botolnya. Enak tapi nggak bisa abis sebotol sendiri, rasanya tajem banget soalnya.
Kalau satu saat nanti kamu pingin main ke Desa Penglipuran dan mau menghabiskan banyak waktu di sana, kamu bisa tinggal di home stay yang ada di rumah penduduk lho. Living like locals kalau kata orang-orang. Menarik juga kan. Mari kapan-kapan kita coba.
Penglipuran ini bukan desa yang gede-gede amat sih, kurang dari sejam juga udah kelar kok dikelilingin semuanya.Di ujung desa terdapat pura yang hari itu cukup ramai karena masih ada rangkaian upacara dari hari Nyepi.
Yes, selain rumah penduduk, di Desa Penglipuran ini juga ada Pura dan Bamboo Forrest. Jalan-jalan di Bamboo Forrestnya juga asik, karena banyak yang jual makanan adem dan instagrammable gitu.
Oya sebelum masuk ke area wisata Desa Penglipuran ini, kamu akan dikenakan tiket masuk seharga Rp. 10.000 aja. Selain menjadi salah satu pemukiman penduduk, desa ini memang juga sudah jadi tujuan wisata para turis. Jadi kalau tadinya kita sebagai pendatang yang liat-liat Desa Penglipuran, lama-lama penduduk di sana juga punya tontonan sendiri : kita sebagai pendatang : )))
Ada 76 kavling yang ditempati penduduk lokal di Penglipuran. Selain di jalan utama, rumah-rumah ini ada juga di balik-baliknya, dan masih banyak banget yang bentuknya tradisional banget.
Katanya sih ada yang umurnya sudah 270 tahun . Sayang waktu itu nggak ada guide yang bisa ditanya, rumah mana sih yang tertua di area seluas 112 hektar ini.
Jadi ngeh waktu itu memang nggak ada tawaran untuk memakai jasa guide sih. Padajal kalau ada yang bisa cerita soal sejarah dan kebiasaan serta adat istiadat di desa ini kayaknya lebih menyenangkan deh jalan-jalannya.
Oya ini coba saya kasi liat cantiknya Desa Penglipuran saat nggak terlalu banyak pengunjung :
(ini fotonya pinjem dari pegipegi.com)
Semoga satu waktu nanti bisa mampir lagi ke Desa Penglipuran dan udah ada guide yang bisa cerita ya 🙂
Aku tuh pengen coba gimana rasanya lodoh cemcem. Belum kesampaian aja deh ke Penglipuran 😀 Kalau dari warnanya kayak cingcau hijau ya!