Mengunjungi Pangkalan Kerinci membuat saya mengingat sebuah pelajaran jaman SD dulu: transmigrasi. Kalau umur kamu nggak jauh-jauh dari umur saya, kamu tentu ingat bagaimana di sekolah belajar soal program pemerataan penduduk dari pemerintah; karena Pulau Jawa semakin padat maka warga ditawari untuk pindah ke luar pulau dan diberi tanah untuk dijadikan ladang usaha mereka.
Di Pangkalan Kerinci saya melihat sendiri bagaimana transmigran yang dulunya pindah dari kampung halamannya sekarang sudah menjadi petani kelapa sawit yang produktif. Yang gagal atau yang biasa-biasa aja juga tentu ada, namanya usaha orang kan beda-beda. Ini adalah salah satu kisah sukses yang menarik untuk dibaca : http://www.asianagri.com/id/mediaid/media/artikel/erik-widirianto-generasi-kedua-petani-plasma-pendiri-sekolah-di-desanya. Seorang anak petani yang ‘terpaksa’ ikut orang tuanya bertransmigrasi dan sekarang menjadi petani kelapa sawit yang cukup sukses sekaligus menjalani panggilan pribadinya, mendirikan sekolah dan menjadi guru.
Asian Agri mengajak saya mengunjungi kebun kelapa sawit dan bertemu dengan beberapa orang petani di sana. Menarik karena ini pertama kali saya melihat sendiri yang namanya kebun kelapa sawit.
(drone shot by @lostpacker)
Cukup bikin tercengang karena rasanya seperti ada di hutan dengan pohon rindang yang seragam. Seorang Bapak yang dipanggil Pak Guru menerangkan dengan bersemangat kalau Asian Agri hadir di tengah para petani untuk menjalankan sistem kerja sama.
Pak Guru
Hasil panen petani di sana dijamin akan diambil oleh Asian Agri dengan harga yang pantas. Tak ada lagi cerita tengkulak yang menekan harga sehingga petani hanya kebagian nilai jual yang sangat minim.
Program ini dimulai sekitar tahun 1980-an ketika ada 30.000 petani baru datang dari Pulau Jawa. Mereka ini disebut petani plasma, yaitu petani yang mengelola lahan perkebunan dari pemerintah. Saat itu, Asian Agri ditunjuk menjadi salah satu perusahaan yang mengelola perkebunan plasma di Sumatra. Saat ini, Asian Agri mengelola lahan petani plasma seluas 60.000 hektar. Pengelolaan ini termasuk juga dengan pemberian pelatihan lapangan bagi petani untuk memaksimalkan produksi. Mereka juga diberikan pelatihan bagaimana cara mengelola lahan pertanian dengan tidak meninggalkan kelestarian lingkungan termasuk melakukan perlindungan area-area yang bernilai konservasi tinggi (High Conservation Value Forest), pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan, pemakaian pupuk organik dan sebagainya.
Di Pangkalan Kerinci pula saya bertemu dengan Bapak Antonius Tulus, seorang mantan pegawai Asian Agri yang kemudian resign dan sekarang menjadi petani kelapa sawit.
Saya dan Pak Tulus
Menurut cerita beliau, taraf hidup keluarganya meningkat pesat setelah menjadi petani. Sungguh saya #BanggaJadiPetani, katanya. Beliau juga bercerita bagaimana menjadi mitra Asian Agri memang memberikan banyak kemudahan bagi mereka. Selain dari hasil panen kelapa sawitnya, Pak Tulus dan teman-teman petani mitra Asian Agri juga mendapatkan pembagian profit sharing dari perusahaan setiap tahunnya. Pembagian ini diatur lewat KUD.
Setelah berkunjung langsung ke perkebunan kelapa sawit, saya pun baru ngeh kenapa kelapa sawit ini dikenal sebagai primadona perkebunan :
Kelapa sawit jauh lebih efisien dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak lainnya. Penggunaan pupuk, pestisida dan energi juga lebih sedikit dari tanaman biasa. Untuk mengendalikan hama tikus di kebun sawit, petani memelihara burung hantu, bukan pestisida.
- Kelapa sawit memberikan keuntungan yang sangat besar : di Indonesia, industri kelapa sawit menyumbang 1,6 persen dari PDB dan mempekerjakan 4,5 juta orang. Sebagai salah satu komoditi ekspor, sawit menyumbang devisa terbesar untuk negara, nilainya mencapai $ 18milyar per tahun. Fantastis.
- Umur simpan minyak sawit cukup panjang, menjadikannya sebagai bahan ideal bagi berbagai jenis makanan. Selain itu, minyak sawit juga dapat digunakan sebagai bahan baku kosmetik, shampoo, pasta gigi, bahkan lilin.
data per 2017
Biji sawit si primadona
Burung hantu sebagai penghalau hama di kebun
Belajar hal baru memang selalu menyenangkan. Apalagi belajar di tempatnya langsung. Setelah belajar soal kelapa sawit di Kepulauan Riau, belajar apa lagi kita ke mana lagi? ☺
oh aku baru tau burung hantu itu sebagai penghalau hama!
Bagaimana jika sebagian kebun sawit ditanami pohon kurma?