Menginap Gratis di Hotel. Freebie?

Sekali-kali menulis soal berita yang lagi hangat. Sudah baca soal hotel yang menolak kerja sama dengan seorang vlogger kemudian mengeluarkan pernyataan bahwa mereka banned semua vlogger/blogger untuk bekerja sama? Kalau belum silakan baca dulu di sini sini supaya nanti kita ngobrolnya nyambung.

Jadi intinya, hotel tersebut memposting secara publik penolakan terhadap vlogger yang mengajukan kerja sama berupa barter 5 hari menginap dengan exposure berupa postingan di channel social media-nya. Si hotel juga menulis semacam begini “kalau kamu menginap di sini secara gratis, lalu siapa yang bayar gaji orang-orang house cleaning yang membersihkan kamarmu?”

Setelah postingan pertama yang menyatakan penolakannya di sini, hotel itu kemudian posting juga tentang keputusan mereka untuk ban semua kerja sama dengan blogger di sini.

Sistem barter menginap dengan posting di blog dan social media bukan hal yang baru buat saya. Beberapa kali saya juga pernah melakukan kerja sama serupa. Untungnya saya belum pernah sampai ditolak karena saya nggak pernah minta atau mengajukan kerja sama duluan. Yang biasanya terjadi adalah pihak hotel menghubungi saya dan bilang “kalau ke Bali kasi tau ya, siapa tau kita bisa bekerja sama”. Mungkin karena mereka tau saya cukup sering pergi ke Bali. Saya menilai ini adalah bentuk kerja sama mutualisme, menguntungkan kedua belah pihak. Kalau pihak hotel harus sengaja-sengaja menerbangkan saya ke Bali sekaligus menyediakan semua keperluan saya di sana (transport, makanan, dan lain-lain) tentu cost nya akan lumayan tinggi. Tapi dengan menyediakan akomodasi saat saya pergi dengan biaya sendiri, tentu buat mereka tidak terlalu berat.

Lalu kenapa hotel-hotel ini mau bekerja sama dengan cara seperti ini? Saya yakin jawabannya adalah karena cara ini dinilai efektif. Worth dengan cost yang mereka keluarkan. Kalau dulu mereka beriklan di koran, sekarang mereka beriklan di social media. Selain pasang iklan hard selling di Facebook atau Instagram atau Adsense, advertorial berupa sharing pengalaman menginap blogger juga dinilai cukup efektif. Kalau enggak, ngapain mereka mengundang blogger?

Penolakan tentu saja adalah hak setiap hotel. Kalau mereka merasa cara ini tidak efektif, ya mereka bisa beriklan dengan cara lain, misalnya pasang billboard, atau meningkatkan exposure akun social media mereka sendiri seperti yang dilakukan hotel yang sedang kita bicarakan ini. Yang membuat saya kurang sreg adalah kalimat seperti ini,

Screen Shot 2018-01-20 at 12.00.37 PM

Buat sebagian orang (terutama mereka yang tidak berkecimpung langsung di dunia social media), pekerjaan sebagai blogger/vlogger mungkin tidak seperti pekerjaan beneran. Bisa dimaklum karena mungkin 10-15 tahun lalu memang tidak ada pekerjaan seperti ini. Tapi perlu juga kita membuka mata bahwa memang ada orang-orang yang bekerja full time, penuh waktu untuk menjadi blogger atau vlogger.

Yang kita lihat di layar handphone kita mungkin seperti hal yang enak-enak saja. Duduk di restoran mahal sambil toast wine atau champagne dengan baju yang bagus. Foto pakai kimono hotel dengan pose bangun tidur sambil nguap, pose berendam di bath tub hotel yang bertaburan bunga dan masih banyak pose-pose yang (akui saja) membuat kita sedikit merasa iri.

Tapi ada banyak hal yang tidak kita lihat di balik pose-pose asik mereka. Saya kebetulan pernah mendapat kesempatan mengamati langsung cara kerja blogger full time internasional. 2 minggu bepergian bersama mereka keliling kota-kota di Indonesia menambah respek saya tentang pekerjaan ini. Yang kita lihat cuma pose cantiknya. yang kita nggak lihat adalah mereka bisa nggak tidur hanya untuk edit foto supaya nampak bagus saat diposting. Yang kita nggak lihat adalah jam 1 dini hari ada yang lari di treadmill di gym hotel untuk mempertahankan tubuhnya supaya selalu nampak ok di foto. Yang juga gak kita lihat adalah saat asik mengobrol waktu menunggu boarding, mereka sibuk ngedit video supaya bisa naik tepat waktu di channel youtube-nya.

Belum lagi perihal peralatannya. Peralatan yang mereka bawa tentu saja tidak murah. Yah sama aja kayak programmer yang punya komputer canggih, misalnya, mereka melengkapi dirinya dengan kamera, laptop, tripod, dan lain-lain yang juga canggih. (dan tentu saja mahal). Tujuannya tentu saja untuk menghasilkan content dengan kualitas yang baik. Belum lagi soal skill. Kan nggak semua orang bisa ngedit video sampai jadi menarik. Nggak semua orang bisa posting kesehariannya yang kayaknya biasa aja tapi membuat banyak orang mau menontonnya. Dan nggak semua orang bisa men-encourage followernya untuk ikutan beli barang yang dia pake.

Memang ada juga influencer yang contentnya biasa aja tapi followernya banyak sehingga jobnya juga banyak. Ya artinya kekuatan dia adalah followernya itu toh. Yang ideal adalah kombinasi antara content yang menarik dengan jumlah follower yang banyak.

Saya juga suka kok dapet komentar “wih enak ya pergi ke mana-mana gratis, nginep hotel gratis, fine dining mewah-mewah gratis”. Padahal bukan gratis, kan setelah pergi saya harus nulis. Selama pergi saya harus buat catatan apa aja yang mau saya tulis nanti. Selama pergi saya mesti mikir pake baju apa ya yang kelihatannya akan bagus difoto dan sepulang dari pergi udah ada deadline menanti. Jadi saya nggak pernah menganggap kalau nginep di hotel gratis itu sebagai FREEBIE.

Elle Darby, vlogger yang ditolak tadi kemudian tentu post juga di youtube nya, coba ditonton dan kasi tau saya itu kenapa ya matanya merah gitu?

 

 

14 comments

  1. Reh Atemalem · January 20, 2018

    Apakah ga cukup dengan bilang ga tertarik dengan penawarannya, ya. Ini komunikasi langsung by email, tinggal dibalas lewat jalur serupa,

    • Pashatama · January 20, 2018

      Kelihatannya si hotel cukup banyak menerima tawaran kerja sama trus bosen jawabin satu-satu : )

  2. Simbok · January 20, 2018

    Padahal tinggal jawab baik-baik kalo hotelnya ga bisa kerjasama model begitu. Dan dia CUMA karyawan juga di hotel itu, kan? Bukan owner. Sombongnya. Pengen nampol.

    • Pashatama · January 20, 2018

      Haha kesel ya. Padahal bukan ke kita. Gimana kalau ke kita coba

    • R · January 24, 2018

      si Paul Stenson ? Kayanya dia owner deh.

  3. glennmarsalim · January 20, 2018

    Aku sudah mendengarkan banyak cerita dari kedua pihak. Influencer dan Pengiklannya. Urusannya memang delicate. Kasus Derby ini aku membela dia sih. Karena menolak ndak perlu disebar luaskan di socmed kan ya. NAMUN… namanya Gemini ya selalu dah mendua. Banyak influencer juga yang kalo gak suka sesuatu main posting aja di socmed kan. Sekalian marah-marah. Kalo memang udah ingin jadi profesional, di segala bidang, mutlak mempertimbangkan banyak hal sebelum posting. Namamu udah bukan lagi namamu, tapi udah kamu jadikan merek.

    • Pashatama · January 20, 2018

      Dan namanya biasa depan kamera juga biasa membagikan kesehariannya dengan ribuan orang, ya diana mesti yaaa post video 17 menit nerangin hal yang sama bolak balik.

      Yang ku tak setuju adalah pihak hotel memandang ini bukan “real job” dan menganggap menginap di hotel barter content itu “freebie”.

      • glennmarsalim · January 20, 2018

        Aku bisa paham sedikit (walau mungkin keliru juga) kenapa tidak dipandang “real job”. Karena dalam pengertian pekerjaan maka ada KPI, ada target yang harus terukur. Banyak pihak pengiklan yang merasa penggunaan influencer ini belum bisa dibuktikan hasilnya. Makanya di balasan emailnya kan dia mempertanyakan, siapa yang bayar berbagai hal selama dia menginap. We mean business. Sementara influencernya kan baru bisa kasih porto Universal hotel yang menurut dia “amazing”. Amazing itu berapa?

  4. Puty · January 20, 2018

    Setuju, aku salut banget sama orang-orang yang jadi professional travel blogger apalagi vlogger, apalagi yang konsisten…. Kuat banget jalan-jalan tapi harus sambil nginfoin ini itu terus harus tampil cantik terus, dst… :’))) Jalan-jalan tapi sambil kerja…

  5. mumun indohoy · January 26, 2018

    Gue orang yang pro pemilik hotelnya. Sorry to say, she’s not his target market nor does it seem that her following touches it. Tapi postingan lu bikin gue jadi mikir sesuatu. Bagian paragraf ini:

    Yang kita lihat di layar handphone kita mungkin seperti hal yang enak-enak saja. Duduk di restoran mahal sambil toast wine atau champagne dengan baju yang bagus. Foto pakai kimono hotel dengan pose bangun tidur sambil nguap, pose berendam di bath tub hotel yang bertaburan bunga dan masih banyak pose-pose yang (akui saja) membuat kita sedikit merasa iri.

    Gue jadi mikir, jangan-jangan nama buruk influencer, blogger, atau pelaku media sosial dibentuk karena kita (iya, gue juga mungkin bersalah) memberikan imej yang salah. Siapa yang memulai trend pencitraan pejalan atau orang yang hidup dari dunia daring itu pasti hidup enak-enak aja?

  6. Ayu · January 26, 2018

    Gue menganggap kasus ini lebih banyak salah influencer. Walaupun owner hotel juga tetap salah. Sudah jelas hotel owner merahasiakan identitas influencer, bagaimana mungkin dia membalas dengan video sampe 17 menit pula. Dan gue setuju bahasa emailnya kurang layak untuk seorang influencer yang baru saja kenal sama si hotel owner. Sorry to say… tapi gue aja yg kerja di majalah travel dan jika perlu barter akomodasi ke pihak hotel yg baru gue kenal gue pake basa basi dulu. gak langsung jelasin gue minta apa. Kasih tau dulu majalah gue apa kasih contohnya pembacanya siapa aja. dari situ kan hotel owner bisa nilai pembaca gue masuk gak sama kelas dia. Jadi gue juga pelajari tu hotel masuk gak sama pembaca gue.

    Tapi gue juga gak suka cara owner hotel balas kasus ini dengan berbagai tulisan yg kesannya jatuhkan harga diri blogger. Tapi dia berusaha moderate dengan kategorikan AMI amateur media influencer dan PMI professional media influencer. ada tulisan di blog pribadinya owner.

    Lagi2 sorry to say karena gue sering bersinggungan dengan business owner pas gue lagi liputan bahwa memang ada golongan blogger yg freebie dan menurut business owner, blogger yg model gitu ganggu banget sih. Karena bahkan ada yg cenderung meneror minta2 terus.

    So bijaknya adalah jadilah social media influencer yg masih punya dignity. Kalo mau ajak kerjasama anggap aja kayak kita lagi lamar pekerjaan. Tunjukin bahwa kita memang worth dan sesuai utk si business owner.

    Buat para business owner, harap dimengerti bahwa banyak kok social media influencer yang memang pure profesional. Hargai waktu yg mereka habiskan utk buat exposure tinggi dan mikir keras buat ngeluarin ide content yg bagus. Karena jujur beberapa gue follow social media influencer yg content nya kece parah dan gue terkagum2 lihatnya.

    Sekian dan semoga bermanfaat

  7. Pingback: Influencer Jaman Now – punya glenn
  8. Pingback: Influencer Jaman Now – linimasa
  9. Smartphone Android · May 3, 2018

    yupz, setuju sekali setiap hotel punya hak masing2 untuk menolak tawaran dari vlogger. Untuk promosi kan bisa pasang lewat google adsen. 🙂

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s