Semasa muda dulu saya tumbuh dari anak kecil sampai remaja tanggung dan akhirnya remaja beneran yang suka khawatir kalau mengungkapkan apa yang ada di hati dan kepala saya. Takut salah, takut orang tersinggung, takut diterimanya lain, takut dibilang jahat, dan takut-takut lainnya. Yang kemudian pada akhirnya banyak pendapat dan pemikiran yang saya simpan untuk diri sendiri, atau setidaknya hanya dibagi bersama teman dekat saja.
Akibatnya?
Banyak masalah yang nggak selesai. Lebih parah lagi, banyak masalah yang kemudian bergulung menjadi masalah masalah baru yang lebih besar. Masalah-masalah yang seharusnya tidak perlu muncul kalau saja saya bisa mengkomunikasikan apa yang saya pikir dan saya rasa dengan baik. Masalah-masalah yang tidak perlu ada kalau saja saya lebih berani mengatakan apa yang ada di dalam kepala dan hati saya.
Karena satu alasan yang lumayan penting, seorang teman membaca chat di WA saya dengan seseorang dan komentarnya adalah “gila ya, lu kalau ngomong blak-blakan banget”
Waktu itu saya pikir ngomong blak-blakan adalah cara efektif untuk menghemat masalah. Waktu itu.
Walaupun sedikit terlambat, saya kemudian baru menyadari bahwa diperlukan sebuah skill tingkat tinggi untuk membagi mana yang perlu saya utarakan secara blak-blakan, mana yang perlu saya simpan untuk diri sendiri. Karena ternyata mengemukakan SEMUA hal yang dirasa dan dipikir tidak selalu menghemat masalah. Sayangnya, kadang malah menimbulkan masalah baru.
Jadi saat merasa menjadi dewasa adalah bisa ngomong apa aja yang ingin kamu omongin, menjadi dewasa dengan BIJAK rupanya adalah tentang memilih apa yang perlu kamu omongin, dan apa yang sebaiknya kamu simpan untuk dirimu sendiri.
Kalau menjadi dewasa sudah cukup sulit, menjadi dewasa dengan bijak rupanya adalah level sulit yang selanjutnya ya
dewasa dan menjadi bijak itu sulit…udah coba belajar pun kayaknya belum lulus-lulus 😢
Kita belajarnya ga boleh kelar-kelar nih Ra 🙂