Saya penikmat foto-foto pemandangan yang indah indah. Pasti kamu juga. Yang paling sering sih foto sunset. Atau foto sunrise (note : saya sama sekali tidak punya foto sunrise karena nggak pernah bangun sepagi itu untuk mengejar terbitnya matahari). Oh atau foto pantai. Ini yang selalu bikin saya pingin pergi piknik. Apalagi foto sunset di pantai, sudahlah kelar.
Lalu berapa kali kamu jadi kepengen pergi hanya karena liat foto dari temenmu, atau liat di timeline twitter, atau di iklan majalah traveling, atau di Instagram, dan tentu saja di Path? Saya sih sering banget. Walau ujung-ujungnya belum tentu pergi ke tempat yang kita liat itu. Mlipir dikitlaaah, liatnya foto Lombok, perginya ke Pangandaran. Gitcu. Yang penting ada pantai, laut, dan kesempatan memotret sunset. Liatnya foto hijaunya sawah di Ubud, perginya ke Garut. Begitulah kira-kira.
Kemudian saya menemukan hal yang cukup lucu. Waktu saya pergi ke waduk Jati Luhur di Purwakarta kemudian naik perahu menyebrangi danau, saya sempat memotret potongan perahu dengan langit biru ditambah dengan visual gunung dari kejauhan, cakep deh, Ketika foto itu saya upload, temen-temen pada nanya karena dikira saya pergi jauh karena pemandangannya bagus. Waktu saya mengambil foto itu, saya padahal harus ngepas-pasin kamera henpon supaya gambarnya pas bagusnya. Bukannya apa-apa, namanya juga Danau ya, ujungnya ga seluas laut kan, dan di deket situ ada tempat makan terapung yang kalau masuk frame foto, enggak banget kelihatannya.
Kedua kali saya sempat memotret sunset di sekitar Pamanukan. Waktu itu jalanan super macet, bukan sekedar macet biasa, tapi truk dimana-mana mengepulkan asap yang nggak ada sedap-sedapnya, motor berdesakan mencoba mendapatkan jalan diantara mobil-mobil yang berjajar. Diantara pemandangan ga enak ini, matahari tetep asik aja menjelang sunset, saya mengarahkan henpon saya ke atas, hanya ada sedikit bagian dari truk di bagian depan mobil saya yang tertangkap kamera, edit dikit, crop crop, voila! foto sunsetnya bagus.
Kejadian memotret sunset atau pantai juga sama aja, kadang-kadang pantainya biasa aja, bahkan ada yang kotor. Ya bagian kotornya jangan ikut difoto la ya. Miringkan henpon sedikit juga ga kena. Orang yang liat fotonya pasti mikir memang beneran bagus aja pantainya. Baru baru ini saya dikirim foto Biyan yang lagi main di lapangan rumput kompleks Angkatan Darat dekat rumah ompungnya. Fotonya bagus banget, dan kesannya lagi dimana gitu. Padahal kalo langsung liat sih ya disituuuuu belakang rumah, yang tempatnya biasa-biasa aja, yang panas bukan kepalang itu. Tapi berhubung angle ambil fotonya bagus, ya baguslah hasilnya. Pernah juga foto-foto di kuburan, ternyata hasilnya malah bagus :)))
Oh kadang-kadang ada juga keadaan begini, pantai lagi penuh-penuhnya, kalo difoto pasti ga bagus, palingan disangka lagi di Ancol. Triknya? Agak menjauh dari kerumunan orang, lalu tukang fotonya harus gesit, klik klik ambil foto saat ga ada orang melintas. Voila, hasilnya kayak lagi di private beach kan? Kejadian serupa saya alami waktu foto-fotoan di Wat Pho di Bangkok, kan tempatnya selalu penuh sesak tuh ya, sampe mau motret susah deh banyak orang dan mereka biasanya bergerombol gitu. Saya sempat ambil satu foto yang pas ga ada orang, sampe tau-tau ada temen nanya “kok bisa sih Wat Pho sepi?”.
Pernah juga saya pergi ke tempat yang beneran cantik pemandangannya, ke hampir setiap sudut mata saya memandang, nggak terlihat cacatnya. Pas difoto, hasilnya ternyata ga beda jauh sama yang perlu diedit dikit dan crop crop crop itu tadi.
Kemudian saya berpikir. Kayaknya hidup juga nggak pernah jauh-jauh dari yang kayak gitu ya. Kita menceritakan hal-hal yang menyenangkan yang terjadi pada kita sama teman-teman, mereka melihat betapa menyenangkan hidup yang kita jalani. Ada yang ikut seneng, ada juga kali yang udahnya jadi sirik. Tapi mungkin mereka nggak melihat ‘pemandangan’ jelek yang sempat kita crop sebelum kita ceritakan pada mereka. Ada air mata disana sini, ada susah hati yang cuma bikin malu kalo dikisahkan sama orang. Akhirnya cerita kita yang bagus aja yang muncul ke permukaan. Ada yang salah dengan itu? tentu saja enggak. Adalah pilihan kita kalau kemudian nggak mau menampilkan sisi buruk dari apa yang kita alami dalam hidup.
Saya pernah ditanya beberapa teman, katanya hidup saya nampak menyenangkan, nampak baik-baik aja, banyak jalan-jalan, banyak ngumpul-ngumpul sama teman. Saya cuma senyum aja waktu itu dan bilang “kalo bagian susah memang ga gw ceritain lah, ngapain, simpen sendiri, bagi ke teman saat ketemu di japri, bukan di tempat umum kayak Path atau Facebook”.
Ujung-ujungnya emang terserah sih, mau posting foto apa adanya, mau cerita soal hidup apa adanya, terserah kamu kok.
*kemudian kembali sibuk cropping foto*