Sampe sekarang saya nggak pernah ngerti kenapa perjalanan yang (sempat jadi) perjalanan terasik taun ini kok ya baru diposting sekarang setelah terlambat selama, oh well 6 bulan. Beginilah kalo penulis amatiran merangkap pekerja kantoran merangkap ibu-ibu yang selain ngurus anak juga rewel minta me time terus menerus.
Pendek cerita, bulan Februari lalu saya ‘pulang kampung’ ke Sumatera Utara. Kenapa pulang kampung kesana padahal muka Hongkong begini? Kampung suami maksudnya, kebetulan alm bapaknya berasal dari Tomok, Samosir, dan ibunya berasal dari Tarutung, Tapanuli Utara. Kemarin itu, dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, kami mengunjungi 2 tempat ini. Tentu mampir sana sini, misalnya Medan dan Siantar dengan alasan apalagi kalau bukan nyari makanan enak. Tulisan perihal makanan sudah saya posting duluan disini.
Siang itu kami nyampe Bandara Kualanamu Pk. 14.00an, tiba disana cukup tercengang ya, dibandingkan dengan bandara Polonia, wah jauh banget. Kualanamu (waktu itu) mungkin salah satu bandara paling bagus yang pernah saya lihat di Indonesia. Berhubung baru, tentu saja semua sudutnya masih bersih dan yang paling asik adalah mereka kaya sign age, ga peli, jadi walaupun baru kesana ga akan nyasar.
Mobil jemputan susah menanti kami di pintu keluar. Lho yang jemputnya mirip Restu Sinaga. Dari Kualanamu, ga pake mampir Medan, kami langsung menuju Tarutung. Perjalanan ditempuh dalam waktu 11 jam. Mungkin hampir mirip dengan jarak dari Bandung ke Jogjakarta. Kalo ga pake kebanyakan berenti dengan alasan makan, ngopi dan merokok mungkin perjalanan ini bisalah ditempuh dalam waktu 8 jam-an.
Sampai di Tarutung, saya baru menyadari satu hal : saya salah kostum! Ternyata Tarutung ini dingin banget! sementara saya walaupun berbekal celana panjang, cuma bawa 1 jaket tipis alias cardigan yang terkadang menahan dinginnya mall di Jakarta aja ndak sanggup.
Tarutung terkenal dengan pemandian air panas alaminya. Yang dengan bodohnya saya lewatkan begitu saja. Sebenernya, kunjungan kami ke Tarutung waktu itu adalah untuk memakamkan nenek kami yang meninggal beberapa hari sebelumnya. Jadilah 2 malam itu kami habiskan di rumah yang senantiasa penuh dengan tamu lengkap dengan nyanyian dan tarian yang selalu ada setiap saat. Pengalaman yang seru juga, untuk pertama kalinya Biyan manortor dan ternyata dia langsung seneng. Saya cukup tercengang dengan dandanan ibu-ibu yang dengan niat banget dandan ke salon untuk upacara adat pemakaman ini. Belakangan saya baru tau bahwa acara pemakaman ini bisa juga dianggap pesta, apalagi nenek yang meninggal bisa dibilang sudah bisa mendapatkan pesta adat tertinggi karena semua putra putrinya sudah menikah dan punya anak, maka bisa dibilang tuntaslah kewajibannya. Belajar budaya baru kan selalu seru ya, maka saya pun menikmati menonton semua “atraksi” di dalam upacara pemakanan ini. Walaupun setelah jam 2 siang saya mulai bosan kemudian jalan-jalan ke sawah di depan rumah, nonton kerbau dan sekaligus foto-foto kaki buat #gerakankakidiatasmejatiapjumat. Ketika semakin sore dan upacara masih belum selesai juga, saya mulai iseng-iseng jajan tuak di pedagang asongan dadakan yang tiba-tiba berdatangan dan berdagang di halaman kami. Seru juga tuak asli di Tarutung ini, 5 ribu rupiah saja sudah bikin puyeng dan kemudian bikin meracau.
Usai pemakanan, besokannya kami meneruskan perjalanan ke Samosir, persisnya ke Tomok. Perjalanan yang ditempuh selama 4 jam ini sungguh menyenangkan, pasalnya ya tentu saja pemandangan yang luar biasa cantik. Sayang sekali saya nggak sempat foto-foto, saking menikmati pemandangan cakep di luar jendela mobil. Selain itu, tangan juga sibuk pegang snack sih..
4 jam-an kemudian, kita sampe di pelabuhan yang ferynya gede banget itu, yang bakal membawa kita ke Samosir. Sambil nunggu ferry, saya sempet makan Ikan Tombur yang enaknya surga dunia, lagi-lagi ceritanya ada disini
Ferry menuju Samosir ditempuh dalam waktu 20 menitan. Sayang sekali himbauan dilarang merokok di ferry sama sekali nggak diindahkan penumpang. Padahal bahan bakar ditaro di dalam ferry juga.
Sampe di Samosir saya kemudian nyadar, daerah ini sudah lama banget jadi daerah wisata ya. Saya aja yang umur 30 sekian baru menginjakkan kaki disana. Begitu ‘mendarat’ dari Ferry, kami sudah disambut beragam toko yang menjual pakaian, dan souvenir khas Toba. Berhubung saya bukan penggemar belanja kala jalan-jalan, maka jejeran toko itu pun saya lewati begitu saja. Tujuan utama, ke jejeran rumah adat. Kenapa? Karena keluarga kami masih punya satu rumah yang dipertahankan disitu. “keluarga kami” disini artinya keluarga besaaaaaaar sekali ya. Artinya yang punya banyakan π
Yang seru dari kunjungan ke makam keluarga ini adalah waktu hampir kejatuhan duren di makam. Abisnya pohon duren banyak banget dan waktu memang lagi banyak yang berjatuhan. Saya bukan penggemar berat duren, tapi kalau ada yang jatuh depan mata ya pasti ga ditolak. apalagi ternyata beneran yang orang bilang, duren yang jatuh sendiri dari pohonnya, rasanya lebih enak dari duren yang dipetik. Rasanya kepengen mengulang perjalanan ini demi duren yang berjatuhan dari pohon itu.
Katanya kalau ke Tomok, haruslah mampir ke makam Raja Sidabutar, ceritanya dari sinilah silsilah keluarga kami berasal. Makamnya unik, katanya sih dibuat persis dengan wajah si Raja ini dulu. Masuk ke kompleks makam ini pengunjung diwajibkan pake ulos yang disediakan secara gratis oleh penjaganya. Kalau kesorean, biasanya makam ini dikunci dan kita cuma bisa liat dari luar. Beberapa pengunjung kemudian juga mengambil kesempatan berdoa disitu.
Buat yang tertarik sama budaya Batak, bisa cari tau di Museum Batak yang ada di deket-deket Makam Raja Sidabutar itu, lengkap keterangannya. Kalo ngga salah sih ada guide nya juga yang akan dengan senang hati menjelaskan.
Perjalanan ke Samosir ini memang belum lengkap, saya belum sempat menyaksikan cantiknya Danau Toba dari sisi yang lain. Karena area yang kami lewati memang area danau yang biasa aja. Artinya apa? Artinya tahun depan harus ke Samosir lagi, cari spot cantik. Barengan yuk.
Eya, waktu kami menginap di Medan semalam nunggu flight paginya ke Bandung, kita dengan mudah booking via klikhotel.com. Karena waktu itu sempet lupa book hotel. Keasikan siap-siap jalan sampe beneran lupa, untungnya bisa book di klikhotel.com, bisa via henpon pula, bayarnya gampang juga tinggal transfer via bca, semuanya dibikin mudah sama klikhotel, thanks yaw π
Sayang foto-fotonya yang ada kok kecil banget…..