Kenapa Biyan Boleh Punya Gadget Sendiri?

Saya nggak ingat persis kapan, tapi sejak kecil Biyan memang punya gadget untuk dirinya sendiri. Artinya, dia nggak perlu menunggu saya atau ayahnya pulang kantor untuk meminjam handphone kami. Sementara banyak orang tua yang ‘mengharamkan’ anak bermain gadget, saya justru memberikan kebebasan untuk Biyan bermain dengan gadgetnya sendiri. Kenapa?

Read More

Menyusuri Tarutung Sampai Samosir

Sampe sekarang saya nggak pernah ngerti kenapa perjalanan yang (sempat jadi) perjalanan terasik taun ini kok ya baru diposting sekarang setelah terlambat selama, oh well 6 bulan. Beginilah kalo penulis amatiran merangkap pekerja kantoran merangkap ibu-ibu yang selain ngurus anak juga rewel minta me time terus menerus.

Pendek cerita, bulan Februari lalu saya ‘pulang kampung’ ke Sumatera Utara. Kenapa pulang kampung kesana padahal muka Hongkong begini? Kampung suami maksudnya, kebetulan alm bapaknya berasal dari Tomok, Samosir, dan ibunya berasal dari Tarutung, Tapanuli Utara. Kemarin itu, dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, kami mengunjungi 2 tempat ini. Tentu mampir sana sini, misalnya Medan dan Siantar dengan alasan apalagi kalau bukan nyari makanan enak. Tulisan perihal makanan sudah saya posting duluan disini.

Siang itu kami nyampe Bandara Kualanamu Pk. 14.00an, tiba disana cukup tercengang ya, dibandingkan dengan bandara Polonia, wah jauh banget. Kualanamu (waktu itu) mungkin salah satu bandara paling bagus yang pernah saya lihat di Indonesia. Berhubung baru, tentu saja semua sudutnya masih bersih dan yang paling asik adalah mereka kaya sign age, ga peli, jadi walaupun baru kesana ga akan nyasar.

Mobil jemputan susah menanti kami di pintu keluar. Lho yang jemputnya mirip Restu Sinaga. Dari Kualanamu, ga pake mampir Medan, kami langsung menuju Tarutung. Perjalanan ditempuh dalam waktu 11 jam. Mungkin hampir mirip dengan jarak dari Bandung ke Jogjakarta. Kalo ga pake kebanyakan berenti dengan alasan makan, ngopi dan merokok mungkin perjalanan ini bisalah ditempuh dalam waktu 8 jam-an.

Sampai di Tarutung, saya baru menyadari satu hal : saya salah kostum! Ternyata Tarutung ini dingin banget! sementara saya walaupun berbekal celana panjang, cuma bawa 1 jaket tipis alias cardigan yang terkadang menahan dinginnya mall di Jakarta aja ndak sanggup.

Tarutung terkenal dengan pemandian air panas alaminya. Yang dengan bodohnya saya lewatkan begitu saja. Sebenernya, kunjungan kami ke Tarutung waktu itu adalah untuk memakamkan nenek kami yang meninggal beberapa hari sebelumnya. Jadilah 2 malam itu kami habiskan di rumah yang senantiasa penuh dengan tamu lengkap dengan nyanyian dan tarian yang selalu ada setiap saat. Pengalaman yang seru juga, untuk pertama kalinya Biyan manortor dan ternyata dia langsung seneng. Saya cukup tercengang dengan dandanan ibu-ibu yang dengan niat banget dandan ke salon untuk upacara adat pemakaman ini. Belakangan saya baru tau bahwa acara pemakaman ini bisa juga dianggap pesta, apalagi nenek yang meninggal bisa dibilang sudah bisa mendapatkan pesta adat tertinggi karena semua putra putrinya sudah menikah dan punya anak, maka bisa dibilang tuntaslah kewajibannya. Belajar budaya baru kan selalu seru ya, maka saya pun menikmati menonton semua “atraksi” di dalam upacara pemakanan ini. Walaupun setelah jam 2 siang saya mulai bosan kemudian jalan-jalan ke sawah di depan rumah, nonton kerbau dan sekaligus foto-foto kaki buat #gerakankakidiatasmejatiapjumat. Ketika semakin sore dan upacara masih belum selesai juga, saya mulai iseng-iseng jajan tuak di pedagang asongan dadakan yang tiba-tiba berdatangan dan berdagang di halaman kami. Seru juga tuak asli di Tarutung ini, 5 ribu rupiah saja sudah bikin puyeng dan kemudian bikin meracau.

Usai pemakanan, besokannya kami meneruskan perjalanan ke Samosir, persisnya ke Tomok. Perjalanan yang ditempuh selama 4 jam ini sungguh menyenangkan, pasalnya ya tentu saja pemandangan yang luar biasa cantik. Sayang sekali saya nggak sempat foto-foto, saking menikmati pemandangan cakep di luar jendela mobil. Selain itu, tangan juga sibuk pegang snack sih..

4 jam-an kemudian, kita sampe di pelabuhan yang ferynya gede banget itu, yang bakal membawa kita ke Samosir. Sambil nunggu ferry, saya sempet makan Ikan Tombur yang enaknya surga dunia, lagi-lagi ceritanya ada disini

Ferry menuju Samosir ditempuh dalam waktu 20 menitan. Sayang sekali himbauan dilarang merokok di ferry sama sekali nggak diindahkan penumpang. Padahal bahan bakar ditaro di dalam ferry juga.

IMG_3040

Sampe di Samosir saya kemudian nyadar, daerah ini sudah lama banget jadi daerah wisata ya. Saya aja yang umur 30 sekian baru menginjakkan kaki disana. Begitu ‘mendarat’ dari Ferry, kami sudah disambut beragam toko yang menjual pakaian, dan souvenir khas Toba. Berhubung saya bukan penggemar belanja kala jalan-jalan, maka jejeran toko itu pun saya lewati begitu saja. Tujuan utama, ke jejeran rumah adat. Kenapa? Karena keluarga kami masih punya satu rumah yang dipertahankan disitu. “keluarga kami” disini artinya keluarga besaaaaaaar sekali ya. Artinya yang punya banyakan πŸ™‚

Yang seru dari kunjungan ke makam keluarga ini adalah waktu hampir kejatuhan duren di makam. Abisnya pohon duren banyak banget dan waktu memang lagi banyak yang berjatuhan. Saya bukan penggemar berat duren, tapi kalau ada yang jatuh depan mata ya pasti ga ditolak. apalagi ternyata beneran yang orang bilang, duren yang jatuh sendiri dari pohonnya, rasanya lebih enak dari duren yang dipetik. Rasanya kepengen mengulang perjalanan ini demi duren yang berjatuhan dari pohon itu.

 

Katanya kalau ke Tomok, haruslah mampir ke makam Raja Sidabutar, ceritanya dari sinilah silsilah keluarga kami berasal. Makamnya unik, katanya sih dibuat persis dengan wajah si Raja ini dulu. Masuk ke kompleks makam ini pengunjung diwajibkan pake ulos yang disediakan secara gratis oleh penjaganya. Kalau kesorean, biasanya makam ini dikunci dan kita cuma bisa liat dari luar. Beberapa pengunjung kemudian juga mengambil kesempatan berdoa disitu.

Makam Raja Sidabutar

Makam Raja Sidabutar

Buat yang tertarik sama budaya Batak, bisa cari tau di Museum Batak yang ada di deket-deket Makam Raja Sidabutar itu, lengkap keterangannya. Kalo ngga salah sih ada guide nya juga yang akan dengan senang hati menjelaskan.

Perjalanan ke Samosir ini memang belum lengkap, saya belum sempat menyaksikan cantiknya Danau Toba dari sisi yang lain. Karena area yang kami lewati memang area danau yang biasa aja. Artinya apa? Artinya tahun depan harus ke Samosir lagi, cari spot cantik. Barengan yuk.

Eya, waktu kami menginap di Medan semalam nunggu flight paginya ke Bandung, kita dengan mudah booking via klikhotel.com. Karena waktu itu sempet lupa book hotel. Keasikan siap-siap jalan sampe beneran lupa, untungnya bisa book di klikhotel.com, bisa via henpon pula, bayarnya gampang juga tinggal transfer via bca, semuanya dibikin mudah sama klikhotel, thanks yaw πŸ™‚

Saya Mau ke Derawan, Kamu Mau Ikut?

Beberapa bulan yang lalu, teman saya, Penny sempet share satu link youtube. Biasanya saya males nih buka-buka link yang belum tau isinya apa. Tapi waktu itu saya tau Penny lagi liburan di satu tempat yang asik banget dan saya menikmati semua foto yang dia posting di Path.

Penasaran videonya tentang apa ?

Sini deh

Cakep kan? Musik di videonya pas banget lagi ya. Belakangan saya ‘kenalan’ sama yang bikin videonya, ternyata beliau adalah orang di balik belajardiving.com.

Derawan, nama yang agak terngiang-ngiang di telinga saya selama beberapa bulan terakhir. Pengen kesana, jelas tapi belum kebayang pergi sama siapa dan kemana aksesnya. Bisa aja sih googling, tapi berhubung memang belum ada rencana pasti, maka hasrat pengen ke Derawan ini terlupakan sejenak.

Lalu tau-tau ada mention di twitter, dari @FigihEqi. Katanya dia mau ngajak saya (dan Biyan) ke Derawan! Nggak cuma Derawan, tapi juga akan keliling-keliling 3 pulau cantik di sekitarnya : Maratua, Sangalaki, Kakaban, dan terakhir tambah Gusung.

Pucuk dicinta ulam tiba ini sih namanya. Sejak itu saya banyak browsing soal Derawan, dan tiap kelar browsing, saya rasanya tak sabar memutar jam biar waktu agak cepat bergerak menuju 1-3 Agustus, waktu saya (dan Biyan) akan berangkat ke Derawan.

Beberapa hari yang lalu, @FigihEqi sempet memberi semacam ‘kultwit’ tak resmi di timeline, tentu masih soal Derawan. Figih cerita soal penyu yang bertebaran di Derawan, bahkan katanya dari jendela cottage kita akan bisa liat penyu-penyu sebesar meja berkeliaran. Mau liat penyu berkeliaran sih gampang aja, asal bangun pagi karena aktivitas ini biasanya berlangsung dari subuh hingga pagi menjelang. *pasang alarm dari sekarang*

Yang paling menarik dari tawaran @FigihEqi tentu saja aktivitas island hoppingnya,Β  di Pulau Kakaban kita akan nemu satu danau yang tengahnya berisi ubur-ubur yang tidak beracun. Bisa berenang disitu cin! Dari sekarang saya udah bayangin ekspresi muka Biyan yang pasti keseruan berenang sama ubur-ubur. Katanya sih saking asiknya main sama ubur-ubur kita akan lupa kalau kita nggak bisa berenang. Semoga yang udah bisa berenang nggak jadi lupa caranya berenang aja sih.

Cantiknya Kakaban, difoto oleh @wowadit

Cantiknya Kakaban, difoto oleh @wowadit

 

Kakaban yang lagi cantik-cantiknya, foto oleh @wowadit

Kakaban yang lagi cantik-cantiknya, foto oleh @wowadit

Saya nggak sabar menginjak Maratua, yang katanya Maldives-nya Indonesia itu lho. Pengen buruan tiduran di bawah bintang, pengen ikutan mancing langsung dari dermaga cottage, pengen jemuran sampe bego, dan yang pasti pengen foto-foto tiada akhir!

Maratua Island

Maratua Island, fotonya kiriman @FiqihEgi

Berhubung ini opentrip, kamu juga bisa ikutan. Kalau kamu ada akun twitter, mention aja @FigihEqi untuk tanya-tanya ini itunya, kalau kamu ga punya akun twitter, email ajalah ke eqi_fiqih@yahoo.com. Dia bisa juga dihubungi di BB 25fd027c atau diteror di telpon 082336610151.

Oh ini ada beberapa foto kiriman @FigihEqi yang akan bikin kamu tambah pengen ikutan open trip ini πŸ™‚

Harga paketnya sendiri Rp. 3.150.000, termasuk apa-apanya, kamu bisa simak di gambar di bawah ini. Yang jelas belum termasuk adalah tiket pp dari tempatmu ke Balikpapan. Beruntunglah kamu yang rumahnya nggak jauh-jauh dari Balikpapan, jadi lebih mudah aksesnya πŸ™‚

Untitled-1000

Eh ternyata tulisannya lumayan kecil. Sini deh saya tulisin lagi ya πŸ™‚

Jadi, harga Rp. 3.150.000 itu udah termasuk :

1. Ticket PP Balikpapan-Berau-Balikpapan

2. Mobil Bandara Berau-Pelabuhan PP

3. Makan

4. Speed boat untuk keliling pulau

5. Tour Maratua, Kakaban, Sangalaki dan Gusung

6. Welcome Drink

7. Ticket masuk pulau

8. Guide Assistance

9. Free snorkeling

10. Dan tentu saja, Water Cottage (1 kamar isi 2 orang).

Seperti biasa, yang tidak termasuk adalah : Pengeluaran pribadi, laundry dan any donation, juga local guide.

Kalau kamu punya anak kecil, ajak yuk, saya ngajak Biyan karena katanya Derawan menyenangkan dan aman buat anak kecil, puskesmas aja ada kok. Biyan sih nggak sabar pengen liat penyu bertelur katanya, sementara mamanya nggak sabar ngajak dia berenang sama ubur-ubur, yay!

YUK IKUT YUK πŸ˜‰

oh by the way, thanks ajakannya, @FigihEqi, thanks foto2 cakepnya, @wowadit. Semoga dengan postingan ini duaduanya dapet pasangan, lagi pada single fighter, bukan?

 

Happy New Year, Survivors.

Yang namanya waktu kan memang tidak pernah bersedia menunggu. Secepat apapun kita bergerak, dia bergerak lebih Β cepat lagi, konstan pula. Mungkin itu sebabnya kita terus menerus bilang “gila ya ga kerasa udah tanggal segini lagi”. Well kecuali kalo lagi nunggu gajian yang waktu suka berasa agak lama.

Hari ini, 31 Desember 2012, juga termasuk tanggal yang tau tau ada depan mata seperti tanpa aba-aba. Rasanya baru kemarin taun baruan, ih sekarang udah mau taun baruan lagi aja.

Apa saja yang dilewati selama 2012? Some concerts, bunch of new friends, senang deh :).

Yang nyebelin? alhamdulilah ga terlalu banyak. walaupun bisa dibilang ya pasti ada.

Eh taun 2012 ini punya kerjaan baru. Lumayan menyenangkan, dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Taun ini juga menyadari bahwa ada hal yang memang tak perlu dipaksakan, ada beberapa hal yang memang harus dilepas tanpa disesali jauh-jauh.

Travelling ke beberapa tempat membuat 2012 ini juga tambah menyenangkan. *senyum lebar sampe kuping*

2012 juga membawa sedikit pemikiran bahwa kadang2 gila sedikit itu perlu untuk membuat hidup lebih berwarna πŸ™‚

Iya, 2012 membuat hidup saya jauh lebih berwarna dari sebelumnya.

Yang sempat berpikir bahwa 2012 adalah tahun yang berat, well we survived kan, once again :).

Selamat taun baru ya survivors. Semoga 2013 membawa banyak hal baik buat kita semua.

#30treatsbefore30-nya @indikawetjes

#30treatsbefore30 adalah proyek manisnya salah satu sahabat saya, @indikawetjes alias Indira Bayurini, alias BUBU nya kita semua. Jadi intinya, sebelum ulang taun ke 30, Indi berniat masakin temen-temennya masakan apa aja SESUAI REQUEST. Tawaran ini sempet dilempar di Twitter, dan berebutanlah kami semua untuk daftar dan ngajuin makanan yang dipengen, karena jatahnya kan cuma 30 orang aja.

Saya pun sempet “booking” tempat, tanpa tau mau pesen makanan apa. Udah mikir agak lama, saya baru kepikir “Cingkong Kepiting” and Indi was like “whaaaatttt is thaaaaat???”. Kalau waktu itu kami lagi ketemuan langsung, saya pasti udah angkat bahu, “gw ga tau masaknya, cuma doyan doang, lo google ajah”. Berhubung percakapan dilakukan via bbm, maka adegan angkat bahu diatas dapat diabaikan.

Tenggat waktu untuk #30treatsbefore30 ini tinggal kira-kira seminggu lagi, kita panik-panik ga jelas karena ternyata saya belum bisa ke Jakarta dan Indi belum bisa ke Bandung. Akhirnya, karena pentingnya proyek ini, maka disepakati bahwa Cingkong Kepiting akan dikirim lewat travel dari Bintaro ke Bandung, oh yay!

Kata Biyan, thank you Bubu πŸ™‚

Dan hari itu akhirnya gedumbrangan ngambil Cingkong Kepiting ini ke travel jam 9 malem dalam keadaan belum makan. Perfecto. Sampe rumah, panasin bentar, duduk di meja makan, dan NYAMS! enak lho Bubu!

Biyan ikutan heboh karena denger cerita bahwa harusnya ada 7 Cingkongnya, tapi diminta Caya 1 karena “Caya mau Β makan yang ada jingga-jingganya itu”. Kata Biyan, “jadi 6 untuk kita dan 1 untuk Caya?”, sambil angguk-angguk puas.

Yang mau baca cerita Indi dan #30treatsbefore30 nya, boleh mampir ke siniΒ (walaupun banyak update yang belum masuk nampaknya *pecut Bubu*)

Sekali lagi, terima kasih ya Bubu, seru banget proyek ulang taunnya πŸ™‚

Rumah Belajar Semi Palar

Ini kenapa jadi kebiasaan bangun pagi dan nagih posting blog ya. Bagus deh ya. Besok pagi kalau bangun sepagi ini lagi kita coba lari pagi. Apa aja asal lebih produktif dari kemarin kemarin. Resolusi? Boleh sebut saja begitu. Kalau nanti tengah jalan berhenti mohon jangan disebut resolusi gagal. Sebut saja haluan berubah. Okay?

Ada yang memang mau diposting sejak kemarin-kemarin sebetulnya. Tapi biasalah ibu menteri kan sibuknya segunung *sasakan*.

Mau cerita soal sekolah Biyan. Jadi per Juli 2011 kemarin kan Biyan sudah mulai sekolah (jadi tulisan ini tertunda selama….hmm…. 6 bulan – keterlaluan).

Biyan sekolah di satu sekolah yang namanya Rumah Belajar Semi Palar. Setiap ada yang tanya sekolah dimana dan saya jawab, reaksi yang biasanya saya dapatkan adalah kerutan kening, lalu pertanyaan standar, dimana itu, sekolah apa, dan lain-lain. Maklum, sekolahnya bukan sekolah “tenar” yang semua orang pasti tau, dan bukan pula sekolah “favorit” yang rata-rata ibu-ibu pengen menyekolahkan anaknya disana.

Terus kenapa saya pilih sekolah ini?

Karena begini, selama saya kecil sampai saya usia SMA, saya bersekolah di sekolah yang homogen. Jelasnya, saya sekolah di sekolah kristen yang (hampir) semuanya dari kalangan chinese. Merasa nyaman? Jelas, karena saya kan chinese, jadi merasa berada dalam lingkungan sendiri. Ketika saya masuk kuliah, sebetulnya tempat kuliah saya masih dari lingkungan serupa. Namun di tahun-tahun terakhir kuliah saya mulai banyak bergaul dengan teman-teman yang berasal dari lingkungan adat, suku, dan agama yang berbeda. Ini ternyata menyenangkan, dan saya rasanya lebih bisa menerima banyaknya perbedaan yang ada di sekitar saya.

Maka saya menginginkan hal yang berbeda untuk Biyan. Saya ingin, sejak kecil dia merasakan dan mengalami bahwa ada banyak perbedaan di luar dengan dirinya sendiri, dan itu tidak aneh, apalagi salah. Rumah Belajar Semi Palar tidak berdasarkan suatu agama, karenanya murid-murid yang bersekolah disitu pun berasal dari banyak kalangan agama dan suku. Untuk saya, inilah cara mengajar toleransi paling efektif buat anak-anak, masukkan mereka ke dalam lingkungan yang heterogen. Bagaimana bisa mengajar anak-anak untuk bertoleransi kalau kiri-kanan-depan-belakang semua beragama sama, berlatar belakang sama, dan beradat sama? Seperti yang saya rasakan dulu jadinya, cuma teori. Syukur-syukur ada yang berhasil mengerti dan menjalankannya dalam kehidupan, sisanya (sorry to say), cuma teori.

Sejak pertama kali datang untuk open house dan mendengar penjelasan ini itu soal Rumah Belajar Semi Palar, saya jatuh cinta. Saya bahkan tidak mencari perbandingan sekolah lain (khas saya kalau sudah senang akan sesuatu). Sekolah ini menamakan dirinya Rumah Belajar karena mereka memang menciptakan suasana itu untuk anak-anak. Sampai sekarang. kalau ditanya “Biyan belajar apa di sekolah?”, biasanya dia diam saja, lain halnya kalau ditanya “Biyan main apa di sekolah?”, maka ceritanya akan mengalir soal apa saja yang dikerjakannya hari itu.

Rumah Belajar Semi Palar menyediakan suasana yang santai sehingga anak-anak merasa betah dan ga merasa wajib pergi ke sekolah. Biyan pergi ke sekolah mengenakan sendal jepit kesukaannya, sampai sekolah dibuka dan dia Β lari kesana kemari tanpa menggunakan alas kaki, semua anak-anak begitu. Ini memang bukan hal pokok, tapi salah satu cara menciptakan suasana santai, anak-anak juga merasa lebih nyaman dan ga merasa terkungkung.

Hal lain yang saya suka dari Rumah Belajar Semi Palar adalah komitmen mereka untuk melibatkan kita sebagai orang tua untuk ikut serta dalam proses pembelanjaran anak-anak. Saya sebagai orang tua yang bekerja memang kadang-kadang repot membagi waktu antara pekerjaan dan urusan sekolah ini. Tapi kalau mau kan pasti bisa, maka saya (hampir) selalu hadir di acara-acara yang diadakan disana.

Tidak ada yang lebih penting selain anak kita yang betah selama kita ‘menitipkan’ mereka di sekolah, walau ‘baru’ 2 jam sehari. Di Rumah Belajar Semi Palar, saya mendapatkan ini. Biyan betah, saya pun tenang πŸ™‚

1st day at school

1st day at school

dia malah tidur :))

for a month or so, Biyan thought this Mischa girl is the prettiest girl in school

Kalau pengen tau lebih banyak soal Rumah Belajar Semi Palar, siapa tau mau ikutan sekolahin anaknya disitu, coba cek blognya. Ada banyak cerita anak-anak yang bikin gemes πŸ™‚

 

 

A Pleasant Journey

Aaaah blog apa ini kok banyakan dianggurin daripada diurusinnya πŸ™‚ Belakangan berbagi kepala dan hati dengan www.surgamakan.com. Proyek pribadi yang urusannya ga jauh-jauh dari makanan, kesukaan saya πŸ™‚

Jadi kemarin pemilik blog berdebu ini berulang taun. 33 sekarang umurnya. Kira-kira sebulan sebelumnya saya udah menyebut-nyebut angka 33 ini sering-sering dalam hati. Mungkin hanya perasaan saja kok 33 ini bedanya serasa jauh dari 32 ya. Padahal bedanya tentu hanya 1 tahun, ya seperti waktu beranjak dari 31 ke 32 dulu.

Mungkin berasa sedikit Β lebih tua karena dalam 1 tahun ini banyak sekali hal yang dialami, ya walau taun-taun sebelumnya juga sih. Yang jelas ada beberapa hal besar yang terjadi taun ini, misalnya Biyan sudah mulai sekolah. Saya sebagai orang tua merasa naik ‘kelas’. Anaknya udah sekolah lagi aja, hooray! Walau nggak bisa setiap hari anter jemput anak sekolah, saya menikmati setiap cuilan cerita Biyan di sekolahnya. Dan baru sekolah sebentar aja nambah pinternya udah banyak. Saya bangga πŸ™‚

Yang kedua di perihal rohani. Bukannya baru, tapi banyak hal mengenai iman dan kepercayaan yang berseliweran menari-nari di kepala saya. Tak ingin banyak cerita, tapi katakanlah I have a very colorful life about this thing.

Ketiga, Friends. Teman. Family by choice. World without strangers is definitely Β the world I dont wanna live in. Karena these strangers have became my friends. Some of them are always there to talk to, some of them even provide their shoulders for me to cry on. And some of them have became my family, by choice. You know who you are. Berbagi cerita, senyum, tawa, air mata, dan rahasia. Tak pernah mengira ini semua akan menghangatkan hati sampai sebegini.

Tidak pernah ada hidup yang sempurna, saya percaya itu. Pun hidup saya sendiri. Ada kurang disana-sini. Ada salah dimana-mana. Tak terhitung banyaknya salah langkah, salah ucap dan salah pikir. Di sisi lain, tak terhitung juga kasih sayang, berkat dan karunia yang dilimpahkan buat saya. Walau tidak persis 50-50 antara susah dan senangnya, namun semua saya anggap seimbang. Senang terus nggak bakal bikin kita tambah pinter dalam hidup ini. Dan susah terus kan cuma bikin sengsara, bukan ?

My life, is a 33 years of a pleasant journey.

There it Goes

Si waktu memang tidak pernah kompromi. Tau-tau satu tahun berlalu dan saya udah ulang taun lagi aja. 31 tahun hari ini.

Dan entah kenapa, kali ini saya ngga punya keinginan untuk merayakan dengan sesuatu yang istimewa, makan malam keluarga misalnya. Tadi pagi mama saya udah tanya2 mau makan keluar atau masak di rumah. Saya berpikir sejenak, kemudian memutuskan untuk pergi fitness saja sepulang kerja nanti. Tidak perlu ada perayaan apa-apa, karena saya sedang tidak ingin. Kebetulan suami juga punya kegiatan yang ngga bisa ditinggal hari ini, maka saya akan merayakan ulang tahun istimewa ini dengan mesin treadmill saja :).

Banyak kali, sebaiknya kita nggak ribut pengen yang istimewa, untuk saya, melakukan apa yang saya mau, adalah yang istimewa justru.

Meskipun awal tahun sedikit demi sedikit berlalu tanpa resolusi berarti, dalam hati saya tau apa yang saya mau. Banyaknya rencana dan harapan masih bergelantungan. Tidak ada mimpi yang lebih besar kecuali untuk membuatnya menjadi nyata satu per satu nanti. Tunggu saja.

Lalu saya berpikir apa yang sudah saya punya ketika menginjak umur 31 ini. Wah, awal tahun ini begitu banyak berkat yang dicurahkan untuk saya dan keluarga. Sementara melihat ke kiri dan ke kanan, saya bersyukur betul, kami, keluarga besar masih bisa bersama-sama terus meskipun waktu untuk berkumpul kian mahal harganya.

Katanya memang jangan pernah menakar dan mengukur berkat yang sudah disiapkan untuk kita. Saya tahu betul itu. Karena di perjalanan saya ini, begitu banyak berkat yang sungguh di luar dugaan, di luar perkiraan, dan di luar perhitungan saya.

Dan diluar semuanya itu, saya bersyukur punya kamu disini. Tetaplah disini, supaya hari-hari ini nggak cuma berasa normal, tapi selalu istimewa di setiap hadirnya.

Happy birthday, me