27.12.2010

Hari ini Papa ulang tahun. Kalau Papa masih ada maksudnya. Ya mungkin nggak akan ada perayaan apa-apa juga sih, paling Mama masak sedikit dan kami makan sama-sama di rumah. Itupun kalau saya nggak pulang malem. Taun sebelumnya rasanya saya pulang kemaleman dan acara makan malam tidak resmi nya udahan.

Papa meninggal 27 Desember 2010 lalu. Menyerah pada penyakit kanker yang tidak pernah diketahuinya. Kami merahasiakan hasil pemeriksaan dokter, memang. Tidak pernah kami duga sebelumnya, penyakit yang baru terdeteksi selama 3 minggu terakhir itu akan membuat Papa meninggalkan kami, selamanya.

Mengingat penyakitnya, kami memutuskan untuk merawat Papa di rumah. Di dalam hati saya terdalam, saya menginginkan kami semua ada di samping Papa bila ada “apa-apa” terjadi.

Setelah sempat mengalami masa kritis selama 4 hari, Papa kemudian bisa makan dan ngobrol lagi. Tanggal 23-24 Desember 2010, keadaannya semakin membaik. Malah sempat request beberapa makanan yang dia suka. 25 Desember, kami (minus mama) pergi kumpul di rumah Oma, sesiangan saya nggak sadar bahwa saya belum mengucapkan “selamat Natal” sama Papa. Pulang ke rumah sebentar, saya sempat membisikkan “selamat Natal” di telinganya, disambut dengan angguk-angguk da gumaman nggak jelas.

Besoknya, hari Minggu tanggal 26 Desember 2010, (hampir) semua keluarga suami saya berkumpul di rumah, ceritanya sekalian Natalan sambil nengok Papa. Hari itu keadaan Papa lagi baik, dia udah tau siapa aja yang datang menengok, dan udah bisa makan pula. Hari itu rasanya tenang sekali. Semua berasa membaik dan kami seperti punya harapan baru bahwa Papa akan segera bangun dari ranjangnya.

Jam 3 subuh, suami membangunkan saya. “ada yang ngga beres sama Papa katanya”. Saya segera bangun, masuk kamar Papa dan mendapati napas Papa yang semakin aneh, bunyinya keras sekali. Mama bilang, kelihatannya Papa sudah tidak sadar tapi napasnya semakin lama semakin keras. Lalu kami semua berkumpul di kamar, saya pegang tangan kanan Papa, tangan Mama ada di dadanya, 3 adik laki-laki saya bergantian memegang tangan, lengan, dan leher Papa.

Itu adalah 2 jam yang paling berat yang pernah saya alami seumur hidup. Melihat Papa meregang nyawanya di depan mata saya sendiri. Lalu napas itu berangsur pelan, dan berangsur hilang. Saat itu, 27 Desember 2010, jam 5 pagi, Papa meninggalkan kami semua.

Saya bersyukur dengan keadaan itu, Papa pergi ditemani kami semua. Melihat pribadi Papa, saya tidak bisa membayangkan dia pergi di Rumah Sakit tanpa kami semua, malah ada orang lain.

Tulisan ini saya buat sebagai pengingat bagaimana Papa pergi meninggalkan kami. Saya masih ingat persis bagaimana keadaan rumah hari itu.

Sepeninggal Papa, rasa kehilangan itu tidak sekaligus terasa di waktu yang sama. Ada beberapa saat saya rasanya baik-baik saja namun ada beberapa saat dimana saya rasanya tidak baik-baik.

8 comments

  1. sisusahtidur · February 2, 2011

    >:D<

  2. Ibeth · February 2, 2011

    Sesekali rasa agak tidak baik dan kangen itu membuktikan betapa kamu sayang Papa kan…. *peluk*

  3. bilik2engeline · February 2, 2011

    *peluk*…

  4. Anis · February 4, 2011

    *peluk Shasya*

    Btw, selamat ultah juga buat Shasya.. Smoga semakin sukses dan happy.. :))

  5. unachicadecente · February 4, 2011

    *pelukpalingkenceng*

  6. Bang Aswi · February 7, 2011

    Gak penting2 amat, tapi ada award di http://bangaswi.wordpress.com/2011/02/08/award-yang-kreatif/ ^_^

  7. konnyaku · February 9, 2011

    peluk cici cantik. 🙂

  8. Deedee · February 14, 2011

    peluk tetehhhhh >:D<

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s