Kembali Lagi ke Tijili Seminyak

“Kalau ada sumur di ladang…”

Pepatah ini nampaknya lumayan tepat untuk saya dan Tijili Seminyak. Sejak menginap pertama kali di sana waktu hotel ini belum lama buka setahun lalu, saya selalu menyimpan rencana untuk suatu hari akan mnginap di sana lagi. Padahal biasanya saya jarang sekali menginap di hotel yang sama di Bali, saking banyak pilihan dan inginnya sih mencoba satu demi satu.

Tapi Tijili Seminyak memang lain.

Read More

Hotel Chanti Semarang : lokasi & harga terbaik

Semarang memang bukan kota yang familiar buat saya. Tak seperti Bali atau bahkan Jogja. Bisa dihitung dengan jari berapa kali saya ke Semarang dalam 5 tahun belakangan ini. Hmm, 3 kali. Iya, 3 kali. Yang satu kali karena jalurnya kebetulan saya lewati saat akan road trip ke Surabaya, yang satu lagi singgah karena saya ingin mengunjungi Lasem, dan kunjungan saya yang terakhir adalah saat bersama banyak bloggers lain diundang mengunjungi pabrik Sido Muncul dalam rangka #SidoPiknik baru-baru ini.

Berhubung perjalanan ini di-arrange oleh penyelenggara maka saya tak intip-intip hotel apa yang akan kami inapi selama 2 malam di Semarang, saya cuma baca itinerary sekilas kemudian packing singkat dan siap berangkat.

Read More

Se-Clumsy Clumsy nya Clumsy

Teman saya bilang tangan saya bau.

Eh bukan bau beneran ya. Tangan bau ini istilah orang Sunda untuk bilang tangan yang gampang ngerusakin barang. Ekstrimnya, apa aja yang dipegang trus kemudian rusak. Sebel-sebel kemudian saya harus mengakui kalau dia bener. Sejak kecil, saya gampang banget ngerusakin barang. Walau nggak semua, tapi banyak banget barang yang berakhir rusak di tangan saya.

Contoh yang paling gampang ni ya : walkman. Kalau kami mengikuti cerita jalan-jalan saya di Instagram @pashatama, kamu akan mendapati kalau setiap ke pantai saya selalu mengajak walkman saya yang waterproof itu. Buat saya, barang ini best buy. Karena bisa diajak lari tanpa belepotan kabel, bisa buat berenang, bisa buat mandi.

14659426_533495450178713_6200080532122894336_n

Read More

Nostalgia Abis-abisan Sama Mas Boy

Sebagai anak remaja yang tumbuh besar di taun 90an, saya tentu saja menonton film Catatan si Boy. Tak tanggung-tanggung, nggak cuma satu saja tapi semua sekuelnya saya nonton. Religiously dan berkali-kali. Bahkan kalau ada yang punya filmnya, mungkin saya mau nonton lagi sekarang. Ini serius.

Kemudian sekitar 5 tahun lalu ada yang merilis film layar lebar berjudul Catatan si Boy dengan pemeran Ario Bayu. Oooh kalau bisa saya rasanya mau baris paling depan di antrian tiket bioskop. Dan menonton film itu rasanya mirip dengan apa yang saya rasakan waktu nonton Ada Apa Dengan Cinta kedua yang baru saja rilis kemarin-kemarin itu. Sudah hampir tak peduli bagaimana cerita filmnya, saya malah seperti nostalgia rasanya.

Read More

Yasmine The Movie, Antara Review, Spoiler dan Curcol

Saya memang bukan penggemar berat film. Nonton film tentu saja suka. Di bioskop, tentu saja. Kalau di rumah kebanyakan direcokin sama urusan anak dan urusan bikin kopi biasanya. Film yang saya suka biasanya ga jauh dari drama komedi, drama menye, dan drama-drama lainnya. Film-film box office macam The Avengers, Spiderman dll bukan film tipe saya. Kalaupun saya nonton ya pasti dengan alasan nemenin anak aja.

Minggu lalu ada 2 tiket melayang ke meja saya, untuk nonton sebuah film berjudul Yasmine. Saya tentu saja pernah denger judul film ini, dimana lagi kalau bukan di Path pemberi tiket nontonnya? Waktu menerima tiket ini saya baru sadar kenapa si pemberi tiket sudah lama tidak bercakap-cakap santai dengan saya, dan sudah lama pula sejak saya terakhir menerima surat dengan tulisan tangannya (iya ini tahun 2014, dan iya kami masih surat-suratan pake tulisan tangan). Ternyata waktunya menulis surat untuk saya habis karena mengurusi film ini.

Maka di sela-sela kesibukan saya (yang adalah tidur-tiduran dan belanja sepatu), saya menyempatkan diri dateng ke XXI BIP yang sekarang disebut XXI Empire hari Rabu kemarin. Seperti yang saya pernah keluhkan di twitter kemarin-kemarin, kenapa sih film bagus kok mainnya bentar banget. Untuk film sebagus Yasmine, satu minggu di bioskop tentulah tidak cukup. Dan saya menyesal kenapa nggak nonton lebih awal biar tulisan ini bisa lebih cepat keluar dan bisa (siapa tau) bikin kamu pengen nonton filmnya.

Yasmine, Menembus Batas Demi Cinta

Yasmine, Menembus Batas Demi Cinta

5 menit duduk dan menyaksikan adegan pertama, saya kira ini film silat beneran. Baru 15 menitan setelahnya saya sadar bahwa ini film remaja. Cerita soal remaja Brunei yang cerita hidupnya ga beda-beda jauh sama remaja di kita, perihal sekolah, pergaulan, orang tua, dan tetek bengeknya. Yasmine diperankan dengan sangat baik oleh Lilyana Yus. Menurut informasi yang saya terima, katanya gadis remaja ini bener-bener baru di bidang film, belum pernah main film sama sekali. Kalau begitu, saya harus bilang wow karena aktingnya natural, seperti karakter Yasmine ini diciptakan sesuai karakternya sendiri.

Lilyana Yus as Yasmine

Lilyana Yus as Yasmine

 

Ada siapa lagi di film ini? Nama2 yang tentu kamu kenal seperti Reza Rahadian (kali ini saya yakin itu dia dan ga ketuker lagi sama Herjunot Ali seperti waktu film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk), ada Dwi Sasono yang sangat menghibur sepanjang film, dan ada Agus Kuncoro yang kadar menghiburnya sama ketika dia memerankan sosok penjahat di Comic8 (sampe sini bahasa saya kayak movie blogger banget ga sih?).

Yang istimewa dari film ini adalah semua pemeran bermain dengan sangat natural, tidak ada satupun sosok yang bikin ganggu. Termasuk guru mengaji Yasmine yang sepanjang film terus mengunyah kue cincin. Itupun saya nilai menganggu karena saya jadi penasaran gimana rasanya kue cincinnya itu.

Dua karakter yang menjadi teman dekat Yasmin sepanjang film juga patut diacungi 2 jempol, tidak physically gorgeous2 banget, tapi bermain sangat pas. Begitu juga dengan peran teman-teman Yasmine yang lain, sampai ke musuhnya yang kok cantik banget sih? Seriusan, sampe lebih cantik dari pemeran utamanya. Semua bermain natural, sampe sempet lupa kita lagi nonton film (ok ini lebay, maafkan).

Cerita Yasmine bukan cerita pelik kok, masalah yang dihadapi biasa-biasa aja, diawali soal cemburu. Cemburu memang bikin perempuan bisa melakukan apa saja, positif atau negatif. Berakibat jadi bagus, atau berakibat jelek. Semua bisa. Jangan anggap remeh kekuatan cemburu, jangan aja. Film ini contohnya. Dan bener dugaan saya selama ini, yang namanya cemburu itu lebih banyak kaitannya dengan ego kok daripada dengan cinta itu sendiri. Ketika akhirnya kita sudah memenangkan ego itu sendiri, cinta kadang-kadang jadi nggak ada artinya lagi. Penyebab kenapa kita sampe cemburu pun hilang begitu saja, yang penting posisi sudah di ‘atas’ dan kita tau kita menang. Pesan moral yang juga bisa dianggap sebagai selfnote dari film ini adalah next time dirundung cemburu, coba dipikir, karena cinta apa karena ego?

Yasmine memang sudah tidak tayang di bioskop-bioskop di Bandung, tapi di Jakarta kayaknya masih ada. Di Bandung sih sudah digantikan dengan film berjudul “Olga & Billy Lost in Singapore” (I know, I know). Bila ada waktu senggang, pergilah nonton, saya yakin kamu pasti akan menikmati film itu lebih dari saya menikmati Siomay gorengnya XXI (gosh, XXI seriusan harus belajar bikin Siomay Goreng dari tukang Siomay yang beneran).

Di luar kenyataan bawah bapaknya Yasmine terlalu ganteng, terlalu necis, dan terlalu rapi untuk jadi ‘sekedar’ petugas perpustakaan dan kenapa anak perempuannya pake mobil Mini Cooper tapi nggak bisa bayar sekolah swasta, film ini memang perlu ditonton. Sesuai pesan pengirim tiket, tontonlah dengan siapa yang kamu cintai. (note : saya nonton bertiga sama sepasang sepatu baru)

note : gambarnya ‘minjem’ dari 21cineplex.com & theguardian.com