Tulisan ini yang terlambat diposting sampai 4 hari.
Harusnya kan diposting 27 Desember 2013 kemarin, persis 3 taun setelah papa meninggalkan kami semua karena sakitnya.
Tidak akan berpanjang panjang cerita mengenai sakitnya papa karena saya pernah cerita di postingan sebelumnya. Tapi pengen cerita mengenai kami, terutama saya, tanpa papa.
Kalau ada penyesalan yang masih terus terpikir sampai saat ini, adalah omongan papa yang banyak saya nggak dengerin. Betapa hidup saya akan lebih mudah dan less trouble kalau saja saya lebih mendengar apa katanya waktu itu. Tapi di sisi lain, saya banyak belajar dengan apa yang pernah saya alami, terutama hal-hal yang tidak mengenakkan. Yah kalo kata orang sih ambil saja hikmahnya, sementara kata saya sih “yaudahlah ya mau gimana lagi sudah terjadi”.
Satu hal lagi yang membuat saya inget papa kemarin kemarin, adalah ketika ngobrol dengan seorang teman dekat mengenai kebegoan saya akan banyak hal. Misalnya kasus politik yang sedang ramai dibicarakan. atau soal masalah-masalah lain yang kayaknya lumayan penting sampai mengisi berita-berita utama di surat kabar, di majalah, dan di televisi. Sejak papa nggak ada, saya kehilangan teman mengobrol mengenai itu semua. Nggak ada lagi yang langganan majalah Tempo, yang waktu saya kecil dengan semangat bercerita kenapa majalah itu dibredel dulu. Kemudian berganti langganan majalah Gatra yang menurutnya ga seasik Tempo dulu. Yang saya baca sekarang hanya timeline twitter. Paling banter buka link yang di post orang di twitter. Berita lebih cepat didapat tapi saya kehilangan teman diskusi yang membuat saya merasa saya harus lebih banyak membaca dan buka mata akan hal-hal yang terjadi di sekitar. 3 taun tanpa papa, saya kehilangan motivasi untuk jadi orang yang tau tentang banyak hal. Juga kehilangan teman berantem karena dari dulu kami memang tukang berantem. Akan banyak hal.
*peluuuuk*
*peluk kenceng kenceng*