Daripada Jadi Penyakit

Kita merasa diri lebih baik daripada orang lain. Percayalah saya pun merasa begitu. Setiap lihat ibu-ibu yang lari-lari di playground nyuapin anaknya, saya mencibir dalam hati sambil membatin “salah sendiri anaknya ga diajarin kalau makan itu harus duduk bukannya lari-lari”. Ketika saya melihat perempuan lain yang lagi susah parkir, saya kemudian berbangga hati karena saya dikenal jagoan kalo parkir mobil.

Kemudian saya kena batunya sendiri. Saya menemui ada beberapa orang yang merasa kalau saya ini bukan istri yang baik karena saya tidak pernah mencuci dan menyetrika baju suami saya. Saya kemudian dibilang bukan ibu yang baik karena saya sering ninggalin Biyan untuk main sendiri. Baik itu duduk-duduk lama di cafe sendirian, atau pergi ke Jakarta karena urusan kerjaan (kemudian dibarengi main-main), atau bahkan kadang-kadang saya suka pergi main ke Bali, misalnya tanpa mengajak Biyan.

‘Tuduhan’ ini ada yang diungkapkan langsung depan muka saya, ada juga yang disampaikan ke pihak ketiga, keempat, kelima dan seterusnya tanpa diungkapkan langsung ke pihak kedua, yaitu saya sendiri.

Tentu saja kemudian saya berpikir walau yang ginian biasanya ga terlalu jadi isu. Saya memang tidak pernah mencuci dan menyetrika baju suami saya. Jangankan baju suami, baju saya sendiri aja nggak pernah saya cuci sendiri kok. Mau bilang males, boleh, mau bilang saya ngga menjalankan kodrat sebagai istri dan sebagai perempuan, boleh juga. Saya tidak pernah merasa kodrat saya sebagai perempuan berkurang hanya karena saya tidak bisa nyetrika baju. Sekali waktu saya pernah tanya suami saya apakah dia keberatan perihal istrinya yang ga pernah cuci-nyetrika-beres2 rumah ini. Dia ketawa ringan aja dan bilang “sejak sebelum menikah dulu aku tau kamu nggak akan pernah melakukan itu semua tapi lihat aja dimana kita sekarang”.

Buat saya itu cukup menjelaskan.

Ada laki-laki di luar sana yang memang mengharapkan dilayani istrinya sedemikian rupa sampe urusan cuci-nyetrika-pasang kancing kemeja dll dll harus dikerjain istrinya. Ga jauh-jauh, papa saya begitu kok orangnya. Tapi ya terserah, suami saya nggak begitu.

Saya nggak bilang saya istri sempurna. Saya bilang, saya istri yang cocok untuk suami saya.

Jalan-jalan buat saya tidak selalu harus sama Biyan. Kadang-kadang saya perlu jalan-jalan dan main dengan teman-teman. Agendanya, tentu lain dengan agenda saya kalau main sama Biyan. Saat saya mengajak Biyan berlibur, dia adalah rajanya. Saya menyesuaikan itinerary sesuai dengan keperluan dan maunya dia. Saya mengikuti dan memberikan gambaran aja ; kalo kesini kita gini gini gini, kalo kesana kita gina gina gina. Begitulah kira-kira.

Kemudian apakah saya menjadi ibu yang nggak baik untuk Biyan?

You tell me

Hidup saya ini memang banyak kurangnya. Saya sebagai istri, sebagai ibu, sebagai anak, juga sebagai teman saya memiliki segunung kekurangan, selaut kesalahan. Kesalahan yang saya buat secara tidak sengaja maupun yang sengaja.

Saya mungkin nggak bisa jadi ibu yang baik buat anak orang lain. Se nggak beres-nggak beresnya saya, saya tau saya ibu yang baik untuk Biyan, anak saya satu-satunya. Saya tentu saja nggak bakal bisa jadi istri yang baik untuk laki-laki lain selain suami saya, tapi manalah saya peduli karena saya nggak menikah sama orang lain. Saya punya banyak salah sama orang tua saya sedari kecil. Tapi tanyalah ibu saya apakah saya anak yang baik untuknya.

Saya punya ratusan teman (bahkan menurut facebook sih ribuan). Apakah saya bisa jadi teman yang baik buat semua orang? Tentu tidak. Ada orang yang menerima kekurangan saya dengan tetap menjadi teman yang baik buat saya. Ada orang yang merasa saya tidak mempunyai kualifikasi yang baik sebagai teman karena kualitas hidup saya ada di bawah kualitas hidupnya sendiri. Yang gini-ginian saya syukuri saja ketimbang jadi penyakit.

8 comments

  1. nauvalyazid · May 7, 2015

    After all, what’s the point of being the best if it doesn’t fit?

    • pashatama · May 7, 2015

      After all, I will be the one to hold you in my arms *nyanyi*

  2. Wulan · May 7, 2015

    Hehehehe. orang sih bisanya cuma ngejudge aja. Lagipula zaman sekarang masalah cuci baju bukan cuma tugas perempuan kok. Suami kamu mau nikah sama kamu bukan karena nyari orang untuk mencuci bajunya, bukan? Karena cocok sama kamu :D. Menurutku, orang yang menganggap urusan rumah tangga itu urusan perempuan itu pikirannya “masih terbelakang” :p

    • pashatama · May 7, 2015

      true that :).
      kalau urusan hidup cuma cuci baju mungkin baiknya nikah sama yang punya laundry kiloan kali ya : ))

  3. Melissa Octoviani · May 7, 2015

    aku inget waktu mau dinikahin suami, aku ngomong dulu kalo aku ga bisa masak, nyuci, nyapu, ngepel… pokoknya mendingan kerja kantoran ketimbang disuruh ngurus rumah hahaha… dan dijawab ama dia “aku nyari istri koq, bukan pembantu” jadi kalo sekarang aku hampir ga pernah nyuci baju, ya dia ga boleh protes hahahaha…

  4. jokeray · May 8, 2015

    “Saya nggak bilang saya istri sempurna. Saya bilang, saya istri yang cocok untuk suami saya.”

    mic drop. KEREN.

    • pashatama · June 1, 2015

      ah bisa bisanya copy writer lah itu 🙂

  5. Dewi Oktavia · May 23, 2015

    Biarkan orang yang men-judge kita Buk, hanya kita dan Tuhan yang tahu seperti apa diri kita ini.

    Mungkin kalau masukan saya, mungkin Ibu bisa coba untuk tinggal di daerah perumahan yang ada tamannya seperti
    http://www.citragrandcity.com/residential/autumn-forest/

    jadi setiap kali biyan ingin bermain bersama dan Ibu lagi bosan mengajaknya ke mall misalnya, bisa coba bermain-main di taman depan rumah, jadinya bisa lebih fresh juga loh.. dicoba ya 😀

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s