Menutup 2014 (dengan air mata)
Sebenernya waktu saya nulis postingan ini, judul di atas adalah “Menutup 2014 Dengan Segala Kebrengsekannya”. Tapi ini kan bukan tayangan tivi yang harus didongkrak dengan judul yang bombastis ya. Lagipula menulis 2014 brengsek itu kok seperti tidak ada hal baik yang terjadi di 2014. Seperti tidak diajar untuk bersyukur atas apa yang terjadi dalam hidup.
Kemudian judulnya saya ubah menjadi “Menutup 2014”. Tapi trus kayaknya ga menarik juga. Nggak menggambarkan apa yang saya mau bilang di bawah nanti, dan nggak menggambarkan seperti apa 2014 buat saya. Penulis amatir memang, mikirin judul aja udah 2 paragraf sendiri.
Setengah awal dari 2014 berjalan baik buat saya. Pergi liburan ngajak mama untuk pertama kalinya, beberapa tempat baru, ketemuan-ketemuan asik dengan banyak orang. Sepertinya setengah pertama 2014 diciptakan untuk mempersiapkan saya menghadapi badai yang kemudian muncul di tengah kedua taun ini.
Saya kemudian mendapati saya bukan seperti saya yang biasanya. Tengah kedua taun 2014 membuat saya menjadi orang lain. Segitu buruknya sampe untuk pertama kali dalam hidup, saya malu melihat diri saya sendiri di kaca. Driven by feeling, in a bad bad way. Kalau ada orang yang perlu saya mintain maaf atas apa yang terjadi, maka orang itu adalah saya sendiri.
Sejak itu hari-hari tak pernah sama lagi. I am becoming an expert of faking smiles. I am not a beginner in hiding tears anymore. I swallow the pain, I live with the sadness for months. Till one day it blew out and destroy everything I have.
Begitu banyak energi yang tanpa sadar tersedot untuk hal yang sia-sia. Begitu banyak waktu yang terbuang untuk menyenangkan hati orang-orang yang mungkin sebetulnya doesnt deserve all the attentions, the heart and also, the energy. Begitu banyak upaya yang dilakukan untuk menjadi senang. Sampai lupa bahwa senang dan susah itu kan terjadi begitu saja tanpa harus kita upayakan. Lupa kalau yang namanya senang itu sesungguhnya memang tak perlu banyak usaha.
Resolusi 2015 kemudian menjadi sangat sederhana saja. Selain resolusi taun-taun sebelumnya yaitu pengen kurusan, kali ini saya tambahkan satu point penting : senang-senang.
Iya, senang-senang yang tanpa harus banyak upaya.
Senang-senang yang tidak dibayar dengan susah hati di kemudian hari.
Dan menyadari kalau senang dan susah itu bikinan kita sendiri, nggak perlulah dikejar-kejar sampai habis energi sendiri kemudian ngos-ngosan sendiri.
Selamat tahun baru, survivors. Walaupun sedikit terseok dan banyak berdarah, toh tahun ini lewat juga. Bukan tanpa hal baik, tentu saja ada hal-hal menyenangkan yang kita nggak boleh lupain. Hidup itu jangan jelek-jeleknya ajalah yang diingat.
Menutup 2014. Sambil berharap nggak ada lagi tahun-tahun mendatang yang harus ditutup dengan air mata seperti tahun ini.