Mau Namu Jangan Bikin Kesel

Jadi siang hari ini, di sela-sela kesibukan saya sebagai ibu menteri yang nggak ada habis habisnya itu, saya berkesempatan makan siang sama si penulis kondang, yang berbaik hati mengantarkan novel terbarunya, Heart Block ke kantor saya. Gratis, sodara-sodara! dan di dalemnya ada tulisan personal yang sempat membuat hati tersobek-sobek 😛

Baru aja duduk dan belum sempet makan, tiba-tiba seorang pemuda barbaju hitam-hitam menghampiri kami dan menawarkan voucher  masuk ke sebuah club yang lumayan (pernah) terkenal. Saya kontan menolak, tapi si pemuda dengan wajah memaksa menawarkan voucher tersebut. Ini gratis, katanya, dari harga 200 ribu, hari ini cuma 60ribu. Belum apa-apa saya udah sebel duluan, katanya gratis kok jadi 60ribu sih? Saya masih ramah dan mencoba menolak, “nggak mas, kita nggak pernah ke tempat gitu”. Eh si mas makin menjadi dan memaksa untuk bercerita soal tempat kerjanya itu. Saya pun memaksa menolak, dan si mas itupun berlalu dengan muka ASEM.

Bok, gini ya, sering nggak sih ditawarin barang, trus pas kita nolak, mukanya langsung asem. Kalo saya sih sering punya pengalaman beginian dengan SPG kosmetik atau parfum. Pas nawarin barang manis bener, pas kita nolak, mukanya langsung setelan asem. Belakangan saat semua barang dipaksa ditawarkan door to door atau person to person kayak tadi, ya jadi ebrkembang dari kosmetik dan parfum ke barang-barang lain.

Kalo udah gitu saya akhirnya suka sebel. Tadinya sih kalo ada yang nawarin gitu, saya suka kasihan. Inget cari uang memang susah, sebagian dari kita memang harus sampai berkeliling seperti itu nawarin barang dagangannya. Yang saya yakin, mungkin ga semua juga dari mereka menikmati pekerjaannya itu, kali mereka juga beban banget menghampiri orang dan menawarkan sesuatu. Mending kalo jadi dibeli, lah kalo ditolak? Saya sih nolaknya masih halus (tapi tegas). Saya yakin aja, pasti ada juga tuh yang nolaknya judes. Harusnya sih kalo memang berprofesi untuk nawar2in barang sama orang asing, pada saat ditolak, ya tetep dong jaga air mukanya tetap ramah. Kalo ditolak trus mukanya langsung asem, ya kita jadi sebel kan. Namanya resiko pekerjaan ya. Saya juga sama kok, sering ditolak orang dalam hal pekerjaan

Sepergi si mas itu tadi, saya melanjutkan ngobrol-ngobrol lagi. Sekali ini, kami berhasil memasukan satu porsi sop betawi dan saya nasi pepes tanpa gangguan apapun. Haleluya. Di saat makanan sudah habis dan tinggal tersisa beberapa penggal waktu untuk mengobrol lagi, tiba-tiba seorang bapak-bapak yang kebetulan ada hubungan kerjaan dengan saya datang dan ‘memaksa’ duduk dengan kami. “Lagi ngobrol bisnis?”, katanya. Saat saya jawab enggak, si bapak pun senang dan langsung duduk bergabung bersama kami dan kemudian bercerita mengenai ini-itu yang jelas, self centered.

Saya seringkali nggak bisa berkata enggak, apalagi seperti saya bilang tadi, si bapak ini punya hubungan kerjaan sama saya. Tapi saya sungguhan berharap orang-orang berhenti berbuat begitu. I mean, berhenti untuk tiba-tiba tau-tau bergabung dengan orang lain dan ikutan nimbrung. Saya memang nggak lagi ngobrol soal bisnis. Urusan bisnis memang jadi obrolan, tapi memang sudah selesai sebelum si bapak datang. Tapi emangnya yang penting itu cuma ngobrol bisnis aja ya ? Suka pada ngga tau kalo obrolan antar teman, apalagi seperti saya dan si teman yang waktu ketemunya susaaaah banget itu juga termasuk penting, hey. Akhirnya dengan isyarat-isyarat, kami pun terpaksa meninggalkan meja dan berdalih harus pulang. Padahal kala itu, obrolan lagi seru tapi karena ibu mentri ini harus kembali bekerja, maka usailah sudah ngobrol-ngobrol seru itu.

Saya jadi juga terpikir mengenai kebiasaan orang orang yang suka tiba-tiba muncul namu di rumah. Ini beberapa kali saya alami. Tau-tau rumah saya diketok, dan ketika ngintip via jendela, seorang teman datang. Buat saya untuk hal-hal seperti ini, sebaiknya kita mengadaptasi kebiasaan-kebiasaan di barat sana. Kalo mau namu, ya telpon dulu dong, dan tanya dulu, apakah kita sedang dalam keadaan bisa ditamui apa engga. (ehm, ditamui bahasa apa sih bok?)

Soalnya gini ya, saya ini kan orang kerja. Pas sampe rumah, pengennya ya leyeh leyeh, pake celana pendek, pake tanktop, dan rambut diiket abis. Sementara namanya terima tamu, kan harusnya ngga berkostum seperti itu. Sekali waktu, temen saya berbaik hati nelpon dulu. “Lu di rumah ga?” katanya. “Iye, di rumah, kenapa?” saya jawab, katanya lagi, “oh, gua depan rumah lu ni”. Hue, harusnya jangan gitu ah. Sayangnya saya belum punya hati untuk bilang, iya di rumah tapi lagi ga kepengen ditamuin ni. Maunya sih tamunya ngerti sendiri 🙂

Iya lho, dengan kesibukan kita di luar rumah yang segitu bejibunnya, pas nyampe rumah males banget terima tamu. Kecuali mereka yang memang kita undang ya, lain lagi dong ceritanya. Ya budaya timur sih budaya timur ya, harus rajin silaturahmi, tapi buat apa kalo membuat salah satu dari kita jadi merasa nggak nyaman?

Heart Block : Another Novel by Okke SepatuMerah

Tutup tahun ini diwarnai (anjeees ‘diwarnai’!) dengan terbitnya novel dari seorang teman (baik) saya. Teman makan, teman kongkow, teman beraneka project, tapi jelas bukan teman SMS ria, oh dan bukan teman chatting :P.

Beberapa bulan lalu, saya dikirimi draft novel baru ini. Dan aslinya, dari pertama baca, saya nggak bisa berhenti memalingkan mata dari monitor (kan bentuknya masih draft, belum buku), ceritanya mengalir santai, khas Okke. Pemilihan nama selalu jadi hal yang menarik dari semua novelnya. Nama tokoh di buku selalu nggak biasa, tapi juga tidak pernah extraordinary sampai terlihat terlalu ‘dikarang’.

Dan mereka yang suka menulis, baik itu buku atau blog, atau segala macam pekerjaan kreatif, tentunya pasti tersentil dengan cerita novel ini. Saya termasuk salah satu di dalamnya, belum jadi penulis udah writer’s block aja 😛

Dan visual, memang Okke jagonya. Dari sekian banyak novel yang saya koleksi, cover novel Okke memang selalu menonjol. Ya meskipun saya tau, penerbit jadi harus ekstra kerja keras 🙂 Dan cover buku yang satu ini, adalah yang paling keren. Bukan cuma dari novel Okke yang lain, tapi juga dari buku-buku Gagas lainnya. Beginilah kalau penulis bukunya mahluk visual.

The Cover

I you dont judge a book by its cover, then start to judge this one by its cover, you’ll love it !

and you, congrats ya 🙂

Natal. Tahun Ini

Postingan dibuka dengan helaan napas panjang karena tanpa sadar saya serasa dilangkahi waktu. Tahun ini berlalu dengan saat cepat, super. Belum apa2 tau-tau udah tengah taun, belum apa2 tau-tau Biyan umurnya 2 taun aja. tau-tau udah mau Natal, dan blast! 2009 nya abis deh.

Sama seperti tahun lalu, Natal kali ini buat saya (masih) belum terasa aroma religiusnya. Yang terasa saat ini cuma ricuh beli kado Natal, dan juga ditambah kerjaan yang, ya ampun, berantakan. Too many things to do, waktu dan mood cuma tinggal sejengkal. Alhasil ga nyampe kemana-mana.

Tahun ini, saya memposisikan diri untuk tidak terlalu terlibat dalam acara-acara keluarga. Baik keluarga saya maupun keluarga tetangga. Keluarga suami, maksudnya. Tahun ini rasanya ingin sekali boleh egois, doing my things, what I like, what I want. Memutuskan untuk tidak datang ke ritual keluarga seperti tahun tahun sebelumnya. Kalau boleh jujur sedikit, ada banyak ini itu yang membuat saya merasa kumpul keluarga di hari Natal menjadi tidak lebih dari sekedar kumpul-kumpul aja. Dan tahun ini, saya tidak mau melakoni itu semua. Tahun ini saya mau melakoni skenario saya sendiri.

Di sisi lain, saya merasakan peran yang begitu besar dari teman-teman. Sejak dulu, saya memang suka ‘mengagungkan’ peran teman dalam setiap sisi kehidupan saya. Di saat susah, saat sedih dan saat suka, ada teman yang selalu menyertai. Terutama tahun ini.

Saya kemudian merancang beberapa christmas dinner bersama beberapa teman dekat. Yang sudah 100% jadi, saya bakal makan malam bersama seorang teman baik dari jaman SMA. Anaknya hampir seumur Biyan. To make it merrier, kami merencanakan tuker kado untuk anak-anak. Cuma kami berenam saja, dia dengan suami dan anak, begitupun saya. Selain itu, via twitter saya juga mengundang seorang sahabat lama to have at least a decent christmas dinner. Gonna be fun. Without agenda, without any omel-omel or manyun-manyun. Can’t wait !

Sementara itu kehidupan rohani saya sama sekali tidak bergerak ke arah yang lebih baik. Saya juga tidak mau memaksakan diri terlalu keras. Mari berjalan saja dan lihat kemana kehidupan ini mengarah. Yang penting saya sama sekali tidak punya niat jahat menyakiti siapapun yang ada di sekitar saya. Terlalu sering saya melihat mereka yang mengarahkan hidup ke arah vertikal dan tidak mengimbanginya dengan menjalin hubungan baik dengan mereka yang bersejajaran horizontal dengannya. Terlalu sering saya mendengar ini itu di gereja, tapi diluar gereja, uhm, well… Hari ini apdet status katanya lagi di gereja, tapi besok ketemu manyun pura-pura nggak kenal :). Hari ini apdet status ayat alkitab, besoknya becandaan jorok, ha !

I’m not proud of being not so much into christianity. Tapi buat saya, ada hal yang juga perlu dijalin, hubungan dengan kiri dan kanan kita. Sumpah deh, bikin eneg kalo bolak balik ke gereja tapi semua orang dimusuhin. Memang mainnya sama malaikat apa ? 🙂

Ah well, saya sudahi saja, daripada nyinyir-nyinyir ga jelas. Merry christmas to you all, may the blessing of christmas be with you and whole family.